Sejarah Suku Kajang, Penjaga Hutan Terbaik di Dunia

Washington Post menyebutkan kalo Suku Kajang yang berasal dari sulawesi selatan ini jadi suku penjaga hutan hujan terbaik loh.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Dalam interaksi sehari-hari, Suku Kajang memiliki aturan-aturan tata krama yang ketat. Berbicara dilakukan dengan tangan dilipat di dada, badan membungkuk, dan sarung digulung. Ketika menyapa, penggunaan kata sapaan menjadi penting, dan mereka dituntun untuk menggunakan sapaan yang sopan dan mulia. Puto untuk laki-laki dan Jaja’ untuk perempuan adalah contoh sapaan yang umum.

Selain itu, dalam menyapa serumpun, Suku Kajang memiliki tata krama khusus. Penggunaan kata sapaan sesuai dengan tingkat kelahiran menjadi prinsipnya, seperti Kak Toa untuk anak sulung, Kak Tengnga untuk anak tengah, dan Lolo untuk anak bungsu.

Dalam memberikan nama, Suku Kajang menggunakan referensi dari alam sekitar mereka. Keturunan diberi nama berdasarkan hewan, musim, atau mata angin. Namun, mereka sangat memperhatikan larangan untuk tidak menggunakan nama-nama nabi, malaikat, atau nama kebesaran Allah, karena dianggap sebagai tindakan berat dan tidak patut.

- Advertisement -

Adat istiadat dalam berpakaian

Suku Kajang memegang teguh tradisi untuk mengenakan pakaian dengan warna terbatas, yaitu hitam dan putih, sebagai manifestasi dari keyakinan mereka terhadap pasang. Warna-warna tersebut tidak hanya dipilih secara sembarangan, tetapi membawa makna mendalam bagi Suku Kajang, khususnya arti kesederhanaan.

Laki-laki di Suku Kajang mengenakan sarung hitam yang mereka hasilkan melalui proses menenun. Proses ini melibatkan merendam sarung dalam larutan yang terbuat dari daun tarum, menghasilkan warna hitam pekat yang khas. Pilihan untuk menggunakan warna hitam pada pakaian laki-laki mereka diyakini sebagai simbol kesederhanaan dan kepatuhan terhadap nilai-nilai yang mereka anut.

Pakaian perempuan Suku Kajang juga mencerminkan prinsip serupa. Pakaian perempuan terdiri dari sarung dan baju bodo yang keduanya berwarna hitam pekat. Sarung hitam yang dikenakan perempuan juga dihasilkan melalui teknik menenun dan proses pewarnaan dengan daun tarum, menciptakan paduan warna hitam yang seragam.

- Advertisement -
Baca Juga :  Rumah Tradisonal Karapauw Kame, Rumah Adat Provinsi Papua Tengah

Nilai-nilai sosial

Suku Kajang hidup dalam keseimbangan dengan keyakinan dan ajaran pasang yang menjadi pondasi utama dalam kehidupan mereka. Pasang, sebagai kumpulan nilai dan adat istiadat, memberikan arahan yang mencakup berbagai aspek, mulai dari perbuatan, kasipalli (pantangan), hingga kesenian. Ajaran pasang tidak hanya mengandung nilai-nilai moral, tetapi juga mengatur hubungan mereka dengan alam dan manusia.

Adat Istiadat dan Nilai-Nilai:

  1. Kejujuran: Suku Kajang menjadikan nilai kejujuran sebagai ajaran utama pasang. Kejujuran dianggap sebagai fondasi yang harus dimiliki oleh setiap anggota Suku Kajang.
  2. Sabar (Sa’bara): Nilai sabar dijunjung tinggi, terutama oleh para pendidik di dalam komunitas. Sabar dianggap sebagai kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi segala cobaan dalam hidup.
  3. Konsekuen: Pemimpin adat diwajibkan memiliki nilai konsekuen, menegakkan ketegasan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
  4. Tenggang Rasa: Suku Kajang meyakini nilai tenggang rasa sebagai hal positif yang berharga dalam kehidupan mereka.

Siri’ (Malu) dan Kasipalli (Pantangan):

  1. Siri’ (Malu): Terdapat sejumlah perbuatan yang dianggap sebagai Siri’, yang dapat menimbulkan rasa malu. Salah satunya adalah larangan bagi perempuan berduaan dengan laki-laki yang bukan anggota keluarganya.
  2. Kasipalli (Pantangan): Kasipalli merupakan larangan berat dengan hukuman yang lebih berat dibandingkan Siri’. Beberapa contoh termasuk penggunaan nama-nama suci, berpakaian selain hitam dan putih, serta pantangan bagi janda dalam penggunaan pakaian selama 40 hari setelah kematian suaminya.

Kesenian:

  1. Pabitte Passapu: Suku Kajang mengembangkan beberapa kesenian temporer dan insidental seperti tari Pabitte Passapu, permainan gendang, dan pencak silat yang dilakukan pada saat perkawinan.
  2. Pola Hidup Sederhana: Ajaran pasang memberikan kebebasan untuk mengembangkan kesenian sendiri, tetapi melarang meniru kebiasaan atau kesenian pendatang yang dianggap bertentangan dengan prinsip kesederhanaan mereka.
Baca Juga :  Ayunan Jodoh, Tradisi Kabuenga Wakatobi untuk Para 'Jomblo'

Pandangan Terhadap Dunia dan Akhirat:

  1. Tempat Persinggahan Sementara: Pasang mengajarkan bahwa dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara menuju akhirat yang lebih baik.
  2. Hidup Sederhana: Suku Kajang meyakini bahwa hidup dengan sederhana adalah kunci untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik. Sikap tidak berlebihan tercermin dalam cara mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari, dari makanan, pakaian, hingga pemanfaatan sumber daya hutan.
    - Advertisement -