Perjalanan Menuju Puncak Impian

Pergilah ke atas sana. Di depan pintu puteri gunung sudah menunggu. Adakah hati yang ingin menetap di sana? Maka tinggalkan jiwa, bawalah pulang jasad yang terkaku.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

lombok
Mengantar sang fajar ke peraduan

Entah bagaimana Tuhan menciptakan dunia dengan sangat detail ini? Andai kata dihadapan saya adalah Tuhan, kemungkinan saya akan meminta sedikit keesahaan-Nya itu. Ini tampak jelas seperti keindahan yang dikatakan orang-orang bahwa Rinjani adalah puncak impian bagi setiap pecinta ketinggian.

Beribu orang berbondong-bondong memenuhi badan gunung untuk menyaksikan langsung ciptaan, memancarkan bahagia yang tak pernah ada habisnya.

Anak-anak berumur lima tahun telah diajarkan orang tuanya pergi kesana. Ia pun bahagia dengan karakter seorang anak. Namun apakah perbedaan kebahagiaan seorang anak bermain di gunung dengan anak yang bermain di pusat kota yang ramai?

- Advertisement -

Menurut saya ia seorang anak yang tangguh. Seorang super hero yang bergaul dengan alam bebas dan menantang alam. Jika sampai saat ini ia masih sehat dan kuat. Saya meyakinkan dirinya adalah garis batas yang tak biasa dan bisa dilewati teman sebayanya.

Saya menganggap bahwa ini adalah sesuatu yang gila mengunjungi hutan yang bukan tempat manusia. Sifat hutan adalah sunyi, gelap, ngeri, berbahaya dan kengerian lainnya. Namun saya termotivasi atas aksi yang dilakukan anak berumur lima tahun itu.

Gunung Rinjani yang paling berpengaruh di dunia itu adalah target saya untuk menunjukan bahwa saya juga bisa sepertinya. Persiapan sudah sangat matang. Olahraga, istirahat dan makan teratur. Merangkum artikel tentang Rinjani sebagai bahan pertimbangan dalam perjalanan. Bukan hanya itu, Persiapan Perjalanan Alam Terbuka (PPAT) adalah manajemen diri untuk tetap hidup di tanah asing itu.

- Advertisement -

Dalam posisi ini saya bertanggung jawab penuh kepada kedua nyawa yang saya pikul dari Makassar, sebut saja Song dan Ammang. Si Ammang berpostur tubuh gemuk menjadi problem serius saat mendaki. Song yang kurang gizi juga menjadi problem utama. Keduanya selalu telat dari jam yang telah disepakati.

Baca Juga :  Suku Oni, Suku Manusia Kerdil dari Bone Sulawesi Selatan yang Misterius

Dengan keadaan semacam itu, seorang leader harus cerdas menyikapinya. Tidak boleh mengeluh, kesal, marah, mengucapkan kata-kata kasar, selalu memberi semangat kepada teman-teman dan setia dalam team serta hilangkan sifat egois apalagi harus terburu-buru mencapai puncak.

lombok
Penunpang kapal yang lelab beristirahat sembari menunggu kapal sampai pelabuhan

Kapal mulai melaju pelan. Klakson kapal berbunyi keras dari tenggorokannya. Pengumuman memperingati penumpang masih menderu ruang kapal. Tentu terdengar ribut, tetapi sudah menjadi kewajiban.

- Advertisement -

Pukul tiga pagi kami tiba di pelabuhan Bima dan para buruh pelabuhan masih semangat berkerja. Mengejar rejeki dari setiap kapal yang datang. Kuat dan semangat adalah modal mendapatkan rejeki yang banyak.

Sial! Tak ada jaringan Indosat di sana. Tak ada peta, tak ada pula guide. Kedua teman kenalan kapal masih terus berusaha membantu kami. “Tak mudah mendapatkan mobil sepagi ini. Semua mobil harus serba dipesan sebelumnya.” kata mereka.

Sementara kami harus menuju Desa Ntobo yang cukup jauh. Tak lama kemudian jemputan kedua teman datang lebih cepat sebelum kami diselamatkan. Seorang teman harus pergi dan kami tak bisa menahannya.

Tinggalah seorang teman yang masih menemani. Saya menyarankan kepadanya agar tak perlu terlalu menghawatirkan kami. Ini konsekuwensi sebagai travel blog. Kamu boleh saja pergi. Kasihan jemputannya sudah menunggu lama disini. Esok akan kami kabari dimana keberadaan kami. Dengan berat hati dirinya meninggalkan kami. Tetapi kami terus memaksanya.

lombok
Ammang dan Son, rekan perjalan saya ke puncak rinjani

Banyak kapal di pelabuhan. Sangat nyaman untuk tidur. Punya siapa punya siapa kami tak menghiraukannya lagi. Asalkan kami dapat istirahat dengan tenang. Satu cara terbaik agar pemilik kapal tak kaget dengan keberadaan kami, sebelum tidur saya menuliskan pesan di kertas dan menempelnya “Mohon maaf, kami dari Makassar. Tak dapat mobil menuju Desa Ntobo. Dan terpaksa kami tidur disini.”

Baca Juga :  Kenapa Ada Dua Negara di Pulau Sebatik?

Jam tujuh pagi. Ribut suara perbincangan tampak jelas dekat. Saya tahu bahwa itu sang pemilik kapal. Saya akan bangun jika mereka telah membaca pesan di kertas atau mengatakan betapa kasihan mereka.

Sementara Song dan Ammang tak mempedulikannya. Air liur mereka jelas terlihat meletus dari mulut dan mengalir dengan brutalnya memenuhi wajah mereka sendiri. Peristiwa semacam ini menandakan mereka sedang asik berenang di laut merah.

- Advertisement -