Membuka Pintu Gunung Amegelu

Gunung Amegelu tidak mencari cinta kita atau mencari kematian kita. Mereka tidak menginginkan apa pun dari kita. Namun, mereka merubah cara kita melihat diri kita sendiri. Menantang kesombongan kita yang tumbuh dari dalam diri secara brutal.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Mengapa Amegelu selalu menampakan wajahnya dengan penuh kesejukan? Menempatkan kami sejajar dengan perihal mengerikan. Namun keajaibannya adalah jauh di luar semua perselisihan. Kami telah terpikat oleh Amegelu.

Kekuatan aneh apakah ini yang merasuk dan menarik aku ke atas sana? Di sini. Di pegunungan hutan Amegelu. Rahasia adalah dimensi lain yang tersembunyi. Semacam pintu tak kasat mata menuju istana yang bukan ruang bermain kita. Kami memahami bahwa Amegelu adalah tempat dari segala bahaya, bukan keindahan.

Dunia di atas pantas untuk dijauhi, tidak perlu dicari. Untuk manusia, pegunungan tinggi pernah dianggap sebagai rumah suci yang dipuja dari bawah. Arah kemana kita tunjukan pengabdian kita dan ritual kekaguman kita terhadap penguasa abadi.

- Advertisement -

Ini adalah momen dimana pendakian gunung Amegelu sebagai petualangan memasuki imajinasi popular. Daya tarik menjadi obsesi. Tapi gunung itu liar dan tak bisa dikendalikan, sumber dari bahaya mereka.

Dari dingin hingga ke tulang, cedera dan mual, ketakutan mendesis, vertigo yang membuat mual, tapi mereka juga tempat bagian dari kecantikan yang tak terkatakan. Sekarang, kita bebas bermigrasi dalam jumlah jutaan setiap tahunnya, mengejar dan menciptakan ziarah aneh untuk dinikmati.

Dimensi Indonesia
Perjalanan menuju puncak Amegelu

Untuk orang-orang tertentu, panggilan petualangan tidak dapat ditolak. Saat kehidupan sehari-hari telah menjadi lebih aman dan lebih nyaman untuk sebagian, kami mulai mencari bahaya di tempat lain. Kami menghadapi bahaya. Kami membayarnya. Resiko telah menjadi hadiah tersendiri.

- Advertisement -

Hari ini (19 Desember 2019), eksplorasi Amegelu dimulai, didorong oleh cinta untuk mencapai suatu tempat yang belum pernah ada seorang pun capai sebelumnya, dan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Keinginan kami untuk menjadi pertama menginduksi dalam diri sebagai bentuk kegilaan dan bentuk-bentuk anugerah.

Skenario Gunung Amegelu

Gunung Amegelu adalah nama asing tidak dikenal bahkan luput dari daftar pikiran. Dalam pandangan lain, anggapan orang bahwa daya tarik Amegelu lebih kecil pengaruhnya. Pola pikir ini sudah berbeda. Amegelu merupakan potensi lebih nyata daripada khayalan. Terhitung sejak awal November 2019 direncanakan.

Eksplorasi gunung Amegelu adalah program utama yang harus dikerjakan lebih cepat oleh tim Dimensi Indonesia. Pelopor tungga tidak lain adalah Muh Amin Daeng, M Ridwan Mahmudin Sila, Muh  Amril, Nasrun Yusuf, dan Firman Jenara.

- Advertisement -

5 Desember 2019. Puncak dari segala perencanaan juga sebagai pembuktian bahwa ini harus benar-benar terjadi di tanah Nagekeo. Kritikan tumbuh dari berbagai sudut pandang selepas pemberitaan tentang eksplorasi gunung Amegelu terpublish di wilayah Nagekeo. Sebagian pribumi menonjolkan sikap kekumuhan. Mendaki gunung adalah perilaku gila. Tidak ada keuntungan di balik itu.

Terlepas dari semua permasalahan. Tahap pertama pengenalan medan Gunung Amegelu dimulai sejak 5 hingga 9 Desember 2019, telah berhasil kami duduki puncak dengan ketinggian 1.373 Mdpl. Eksplorasi tahap kedua ditunda beberapa kali. Kendala utama tidak lain yaitu peralatan, dana serta kritikan yang merubah semangat menjadi ketakutan. Nasrun Yusuf telah dihadang keras. Tapi namanya telah sampai ke puncak tertinggi.

Dimensi Indonesia
Pemandangan menuju puncak

28 Desember 2019

Kembali lagi menuju Gunung Amegelu. Pada tahapan ini adalah proses yang benar-benar gila dan mengerikan. Menganggap bahwa tubuh kami adalah robot yang digerakan oleh komitmen besar. Beban yang dipikul kami bertiga masing-masing 80 s/d 90 liter. Sementara jarak tempuh dari Kantor Desa Labolewa menuju Kampung Kawah 7 km lebih.

Satu hari sebelumnya bahkan sampai tanggal 28 saat itu, hujan tetap mengguyur kawasan kaki gunung Amegelu. Jalan semakin parah. Tidak ada satupun kendaraan yang berani masuk kecuali kuda, kerbau atau hanya berjalan kaki sampai tujuan. Keadaan itu memaksa kami harus bermalam di rumah Abang Albert.

Keesokan hari, 29 Desember. Hujan redah sejak pagi. Sebentar lagi cerah kembali. Kami bertiga harus lebih aktif bergerak. Sarapan pagi sudah disiapkan oleh tuan rumah. Sementara barang bawaan kami tetap berada disitu, disamping kuburan keluarga Albert.

Waktu menunjukan pukul 08.20. Motor butut berdiri kokoh. Lebih kuat dari segalanya. Siap menerjang medan berlumpur, bebatuan gunung di pegunungan Amegelu yang sunyi. Firman Jenara merupakan pengendara handal di segala medan.

Namun jatuh beberapa kali. Betisnya tersulut knalpot panas. Pasir menimpah bahunya. Caci maki belum puas diucapnya. Hujan datang merusak medan kian parah. Motor diam di tempat tidak bergerak. Pengangkutan material terhenti. Di belakang masih ada sekarung pasir dan satu sak semen lagi belum termuat.

 

Baca Juga :  Pesona Pantai Kotajogo, Wisata Wajib Bila ke Nagekeo
- Advertisement -