Sejarah Suku Kajang, Penjaga Hutan Terbaik di Dunia

Washington Post menyebutkan kalo Suku Kajang yang berasal dari sulawesi selatan ini jadi suku penjaga hutan hujan terbaik loh.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Sejumlah penelitian mencatat bahwa filosofi di balik pembangunan rumah tanpa batu bata ini sebenarnya bertujuan melindungi hutan. Logikanya cukup sederhana: pembuatan batu bata membutuhkan pembakaran kayu yang cukup besar. Dengan membatasi penggunaan batu bata, Suku Kajang secara tidak langsung ikut berkontribusi pada pelestarian hutan, mengurangi tekanan terhadap penebangan pohon yang berlebihan.

Dalam kesederhanaan rumah mereka, Suku Kajang menyiratkan pesan penting tentang keberlanjutan dan ketergantungan hidup pada lingkungan. Filosofi ini mengajarkan kita bahwa kebijaksanaan dalam membangun rumah bisa menjadi langkah kecil namun signifikan untuk menjaga keseimbangan alam.

Lebih lanjut, bagian-bagian rumah Suku Kajang juga memiliki beberapa filosofi, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

- Advertisement -
  • Bagian atas rumah disebut dengan Parra yang merupakan tempat menyimpan bahan makanan. Di bawah atap bagian kiri dan kanan terdapat loteng yang berfungsi sebagai rak (para-para) tempat penyimpanan barang dan alat.
  • Bagian tengah disebut dengan Kale Balla yang berfungsi sebagai tempat hunian
  • Bagian bawah atau kaki rumah disebut dengan Sirih yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan menenun, menumbuk padi atau jagung dan tempat ternak.

Seluruh rumah Suku Kajang menampilkan bentuk yang serupa, menggambarkan kekompakan dan keindahan dalam kesederhanaan. Bangunan ini didasarkan pada struktur utama, yakni 16 batang tiang yang menjulang, menciptakan keharmonisan visual yang memukau.

Kale Bolayya, rumah tradisional Suku Kajang, memiliki tiga bagian utama yang dipisahkan oleh pappamuntulang, yaitu latta riolo (tempat tamu), latta tangnga (tempat tuan rumah menerima tamu), dan tala-tala (tempat tidur kaum wanita). Uniknya, ketika ada peristiwa penting seperti pernikahan baru, tala-tala dibuat sedikit lebih tinggi dari dua bagian lainnya, menandai awal dari babak baru dalam kehidupan keluarga.

Baca Juga :  Kampung Adat Prai Ijing, Tradisi dan Adat yang Karismatis

Khusus untuk pengantin baru, mereka memiliki kamar sendiri yang disebut bili’i. Bangunan ini terbuat dari dinding papan, lantai bambu yang terikat erat, dilengkapi dengan tempat bertapa rumbia, dapur, dan area buang air kecil. Pada bagian ujung atapnya, terdapat hiasan yang menyerupai ekor ayam yang disebut anjong, memberikan sentuhan artistik pada struktur yang sederhana namun penuh makna.

- Advertisement -

Pola pemukiman Suku Kajang tidak hanya sekadar tata letak fisik, melainkan sebuah filosofi yang mendalam. Mereka memilih orientasi rumah berdasarkan arah ketinggian, berbeda dengan masyarakat Bugis di Makassar yang cenderung mengikuti aliran sungai atau pola pemukiman linear.

Keyakinan mereka adalah rumah yang menghadap ke gunung akan membawa rezeki langsung dari Tuhan tanpa perantara. Pola ini juga dipilih untuk memastikan bahwa rezeki yang diterima tidak tercecer, memastikan keberlanjutan hidup yang berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesucian.

Kepercayaan

Suku Kajang, meskipun telah memeluk agama Islam, masih tetap merawat dan mempraktikkan kepercayaan adat mereka yang disebut Patuntung. Patuntung, berasal dari kata mencari sumber kebenaran, mencerminkan kebijaksanaan spiritual Suku Kajang dalam menyelami makna kehidupan.

- Advertisement -