Watu Genga, Kampung Kawa, dan Ngabatata

Malam yang sunyi nan jauh dari keramaian dan hiruk-pikuk suasana kota ditambah suara jangkrik malam itu membuat tidur mereka makin nyenyak. Dan pagi hari mereka dibangunkan suara burung dan udara dingin.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Rombongan yang terdiri dari 15 orang itu berkumpul di halaman Kantor Desa Labolewa pukul 11.30. Sembari menunggu, mereka berbincang-bincang dengan salah satu tokoh masyarakat dan juga Kepala Desa Labolewa tentang kegiatan HPI tersebut. Kampung Kawa.

Setelah semuanya siap, dengan berjalan kaki, mereka memulai perjalan dari halaman kantor desa. Bersama salah satu aparat desa, Edi dan teman-teman, rombongan diantar ke tempat perhentian pertama yang berjarak 2 km dari Kantor Desa Labolewa. Di tempat itu mereka diajak melihat batu yang letaknya persis di tepi jalan yang oleh masyarakat setempat menyebutnya Watu Genga atau Batu yang berbunyi.

Beberapa peserta tour yang penasaran dengan batu itu lalu memukul batu yang menghasilkan bunyi bervariasi, sama persis dengan bunyi gong yang ditabuh bersama gendang saat mengiringi para penari.

- Advertisement -

Setelah puas memukul batu yang berbunyi itu mereka melanjutkan petualangan ke kampung tradisional Kawa. Jalan yang makin sulit dan berkelok membuat perjalanan mereka begitu berat. Rombongan yang dipimpin John Niku itu harus menghabiskan waktu 4 jam menuju kampuang tujuan, Kampung Kawa.

Menjelang sore, mereka disambut masyarakat kampung yang telah menunggu dengan ritual adat penerimaan tamu. Ritual itu diperuntukan bagi siapapun yang baru kali pertama berkunjung ke kampung mereka. Sesuatu yang terus dijaga hingga kini.

Setelah ritual selesai rombongan diantar ke salah satu rumah penduduk dan diterima oleh tuan rumah dengan ritual adat masuk rumah bagi tamu yang baru pertama datang.

- Advertisement -

Malam yang sunyi nan jauh dari keramaian dan hiruk-pikuk suasana kota ditambah suara jangkrik malam itu membuat tidur mereka makin nyenyak. Dan pagi hari mereka dibangunkan suara burung dan udara dingin.

Baca Juga :  Tradisi Haroa Masyarakat Islam Buton

Mereka menikmati secangkir kopi bersama tuan rumah sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kampung Jawatiwa, pintu masuk menuju lokasi Air Terjun Ngabatata yang jalurnya harus melewati lembah. Begitu jauhnya, mereka menghabiskan 5 jam melewati bukit dan lemba itu.

Setiba di Kampung Jawatiwa, rombongan diterima Ones sembari beristirahat dan makan siang bersama. Dari kampung itu, air terjun Ngabatata hanya menyisakan 25 menit perjalanan.

- Advertisement -

Tak ada yang lebih indah dari pemandangan alam berupa sungai tengan yang terjun dari ketinggian, diapit tebing tinggi, ditambah dengan pancaran sinar matahari yang menyusup masuk. Sinar matahari membuat air sungai menjadi berwarna putih, hijau, hitam, sekaligus biru yang sangat indah.

Suasananya yang asri serta masih alami juga menjadi daya tariknya, hamparan hijau beserta dengan kesegaran dari air yang jatuh dari ketinggian menjadi sebuah keindahan yang bisa mereka dapatkan diri sana. sebuah oleh-oleh yang akan jadi kenangan indah suatu hari nanti. Sungguh keajaiban luar biasa yang ditunjukkan oleh Tuhan.

Persis di bawah kaki tebing terdapat telaga yang menjadi tempat untuk berenang dan juga hamparan pasir yang sangat layak untuk tempat kemping. Datanglah!

Artikel ini dibuat oleh Sahabat DIMENSI INDONESIA, NOVIE AZISA. Isi artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Kamu juga dapat mengirimkan tulisan di LINK INI.
- Advertisement -