Dabba Ana merupakan ritual adat yang termasuk dalam kehidupan masyarakat Sabu Raijua yang memeluk aliran kepercayaan Jingitiu. Tradisi ini diberlakukan bagi anak-anak yang baru lahir. Sesuai kalender biasanya jatuh pada bulan Warru Dabba kalender adat masyarakat Sabu Raijua.
Berdasarkan literatur mereka. Ritual Dabba Ana kali pertama dilakukan oleh leluhur mereka bernama Mone Le terhadap anaknya bernama Abba Mone di Dara Rae Mone Le, Desa Teriwu, Sabu Barat.
Ritual Dabba Ana adalah bentuk pengakuan bahwa sang anak telah murni menjadi penganut Jingitiu secara keagamaan mereka dan milil Tuhan yaitu disebut Deo Ama .
Dabba Ana dimulai dengan Puru Loko yaitu pengambilan air oleh ibu kandung dengan berpakaian adat Nau Hawu, menggunakan haik atau Haba Tenae sebagai wadah penampungan air tersebut.
Sepulang dari mengambil air, sang ibu akan menyalin ke wadah yang lebih besar atau disebut Keruba Wanyi. Maka bayi yang akan dipermandikan dimasukan ke wadah dalam posisi berdiri.
Proses permandian ini dilakukan di dalam rumah adat, tepatnya pada tiang rumah Tarru Duru. Ketika bayi tersebut telah berada di dalam wadah (Keruba Wanyi), sang ibu meneteskan air di kepala bayi sebanyak tiga kali dam diikuti dengan doa permohonan agar anak tersebut mendapatkan kekuatan, keberuntungan, umur panjang, dan kesuburan beranak cucu.
Setelah proses permandian berakhir, seluruh keluarga yang hadir diberi hidangan siri pinang. Pada tahapan ini air siri pinang dari kunyahan akan dibasuhkan ke jidad sang anak. Lalu anak tersebut dibawa ke luar rumah, diangkat-angkat sebanyak tiga kali dengan posisi ke arah barat sembari diucapkan doa-doa keselamatan.
Pada tahapan paling akhir adalah rangkaian sabung ayam di depan rumah adat, tanpa ada unsur judi di dalamnya. Tujuan dari sabung ayam adalah seluruh keluarga yang hadir turut merasa berbahagia bersama tuan Rumah.
Dabba Ana di Bulan Warru Bangaliwu
Setelah dua bulan kemudian, berdasarkan perhitungan kalender adat Sabu Raijua adalah bulan Warru Bangaliwu, jatuh tepat sehari sebelum bulan purnama atau Lodo Panu Pe, maka dilanjutkan di tahap kedua yaitu ritual Nga’a Manu Ana atau membunuh ayam dan makan bersama keluarga sebagai bentuk syukur kepada nenek moyang dan Tuhan.
Di bulan purnama yang sama, masyarakat adat Sabu Raijua melakukan kegiatan Peiu Manu Bangaliwu di siang hari, sementara Pedoa Buihi pada malam hari. Satu hari setelahnya dilanjutkan dengan ritual adat Buihi dengan rangkaian kegiatan Pehere Jara Buihi atau Pacuan kuda. Sejak saat itulah Anak yang telah dipermandikan akan menjalani kegiatan cukur rambut yang menandakan proses Dabba Ana telah Berakhir.
Proses Cukur Rambut
Dalam tahapan ini, rambut sang bayi tidak akan dicukur semuanya, kecuali pada bagian atas dahi (Runabaga) dan bagian ubun-ubun (Rukatu Ea) dibiarkan. Bagian rambut yang dicukur akan dimasukan ke dalam anyaman ketupat (Kedu’e), dan dilapisi dengan anyaman daun lontar (Kepepe).
Setelah melewati tahapan ini, sang anak telah diterima sebagai masyarakat penganut Jingitiu, juga sebagai hamba milik Deo Ama yaitu Tuhan Allah menurut kepercayaan mereka.