Flores Timur (Flotim ) adalah tanah yang masih merangkum kearifan lokal melalui teguhnya pegangan pada adat istiadat yang mewarisi nilai kekerabatan antar suku. Berbagai warisan budaya dan tradisi yang diteruskan oleh leluhur masih terpelihara hingga kini.
Salah satu perwujudan nyata dari kekayaan ini terletak pada tradisi pembangunan rumah adat atau ritual koke bale. Di Lewotala, Kecamatan Lewo Lema, tradisi ini disebut “Ahik”. Ahik bukan sekadar acara, melainkan pesta adat yang dihelat setelah selesainya proses pembangunan rumah adat.
Ritual Ahik tidak hanya melibatkan satu suku, tetapi melibatkan seluruh suku yang berada di Lewotala. Tradisi ini umumnya dilakukan ketika rumah adat atau koke bale mengalami kerusakan dan harus dibangun kembali.
Suasana ritual dipenuhi oleh pemotongan hewan kurban yang disiapkan oleh beberapa suku di wilayah tersebut. Masyarakat turut serta dalam proses pemotongan hewan kurban yang dilaksanakan di depan koke bale. Sebelumnya, mereka disambut dengan sapaan adat dan tarian khas Lewotala.
Budaya ini bukanlah sesuatu yang dapat dinegosiasikan, karena telah menjadi bagian dari warisan turun-temurun yang diyakini oleh masyarakat. Tanah Lamaholot dikenal memiliki kekayaan budaya yang tidak berubah-ubah. Perubahan hanya terjadi jika ada elemen baru atau faktor lain yang memengaruhi struktur budaya yang telah ada.
Masyarakat Lewotala, dengan mengakui keberadaan Koke Bale, diharapkan mampu menjaga dan merayakan keberagaman mereka. Koke Bale menjadi tempat di mana segala perbedaan diselesaikan, menjadikannya sebagai kekuatan bersama yang mengikat masyarakat.
Ritual adat Koke Bale tidak sekadar acara sehari, melainkan berlangsung selama tiga hari. Seluruh seremoni menegaskan peran Koke sebagai jantung dari kesatuan sosial yang disebut Lewo (kampung). Kegiatan adat Ahik Lean (syukuran) di Koke Bale diadakan setiap tahun.
Semuanya dimulai dengan rapat bersama, Demon Pagong Hugu Tupuk Tobo Tutu , yang dipimpin oleh Uo Mata dan dihadiri oleh Kote, Kelen, Hurit, Maran, Lei Lau Wera Rae (warga yang ditugaskan untuk kelancaran urusan adat). Dalam rapat tersebut, mereka sepakat mengenai anggaran, jadwal kegiatan, dan peserta yang akan hadir, termasuk undangan.
Sebelum memasuki acara utama, dilakukan kegiatan pembersihan halaman Koke Bale (tawi nama), sebuah simbol pembaharuan kehidupan yang dilakukan setiap tahun. Pada saat ini, perbaikan kerusakan dilakukan, seperti penggantian Nuki, pewarnaan, dan perbaikan lantai bambu.
Dalam proses ini, bubungan Koke Bale (Gelewo menuka) dibuka sebagai simbol pintu terbuka untuk kedatangan Ile Woka Dewa (Pemberi Hidup) dan para leluhur yang hadir dalam acara syukuran (Ahik Lean).
Setelah bubungan dibuka, dijadwalkan (elo) untuk kegiatan tuhuk gelewo (penutupan bubungan). Elo ini ditentukan oleh Uo Mata dan biasanya berlangsung selama lima, tujuh, atau sembilan hari, dengan mempertimbangkan persiapan ritual, termasuk persiapan hewan kurban. Melalui setiap tahapan ini, Flores Timur terus memelihara dan merayakan kekayaan budaya yang membuatnya begitu unik dan berharga.