Suku Asmat dan Legenda Titisan Dewa Fumeripitsy

Patung-patung yang hidup inilah menjadi pasangan manusia pertama atau nenek moyang Suku Asmat.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Berdasarkan mitologi atau mitos yang dipercaya masyarakat Suku Asmat, keberadaannya diawali dengan sang Dewa Fumeripitsy yang diserang buaya saat berjalan dari hulu sungai ke arah laut. Kemudian lesung yang ditumpangi dewa tersebut tenggelam dan terjadilah perkelahian.

Dia pun berhasil membunuh buaya tersebut, namun sialnya dia terluka parah. Fumeripitsy pun dirawat oleh seekor burung flamingo saat terdampar di tepi sungai Asewetsy.

Saat sembuh, ia membangun rumah yew, mengukir patung, dan membuat genderang. Fumeripitsy mulai menari tanpa henti. Kesaktian yang keluar dari tariannya, memberikan kehidupan untuk kedua patung yang diukirnya.

- Advertisement -

Patung-patung yang hidup inilah menjadi pasangan manusia pertama atau nenek moyang Suku Asmat.

Mengutip situs resmi milik Pemerintah Kabupaten Asmat, nama Asmat sudah dikenal dunia sejak tahun 1904. Tercatat pada tahun 1770 sebuah kapal yang dinahkodai James Cook mendarat di sebuh teluk di daerah Asmat.

Dikisahkan kala itu, tiba-tiba muncul puluhan perahu lesung panjang didayungi ratusan laki-laki berkulit gelap dengan wajah dan tubuh yang diolesi warna-warna merah, hitam, dan putih. Mereka pun menyerang dan berhasil melukai serta membunuh beberapa anak buah James Cook.

- Advertisement -

Berabad-abad kemudian pada tepatnya tanggal 10 Oktober 1904, Kapal SS Flamingo mendarat di suatu teluk di pesisir barat daya Irian jaya. Terulang peristiwa yang dialami oleh James Cook dan anak buahnya pada saat dahulu.

Mereka didatangi oleh ratusan pendayung perahu lesung panjang berkulit gelap tersebut. Namun, kali ini tidak terjadi kontak berdarah. Sebaliknya terjadi komunikasi yang menyenangkan di antara kedua pihak.

Suku Asmat
Mumifikasi Suku Asmat di Papua.

Dengan menggunakan bahasa isyarat, mereka berhasil melakukan pertukaran barang. Kejadian ini yang membuka jalan adanya penyelidikan selanjutnya di daerah Asmat. Lantas sejak itu, orang mulai berdatangan ke daerah yang kemudian dikenal dengan daerah Asmat itu.

- Advertisement -
Baca Juga :  Pulau Siompu dan Kemilau Mata Birunya

Ekspedisi-ekspedisi yang pernah dilakukan di daerah ini antara lain ekspedisi yang dilakukan oleh seseorang berkebangsaan Belanda bernama Hendrik A. Lorentz pada tahun 1907 hingga 1909.

Kemudian ekspedisi Inggris dipimpin oleh A.F.R Wollaston pada tahun 1912 sampai 1913. Suku Asmat yang seminomad itu mengembara sampai jauh keluar daerahnyadan menimbulkan peperangan dengan penduduk daerah yang didatanginya.

Suku Asmat memiliki kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama.

Suku Asmat Darat, Suku Citak dan Suku Mitak mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan seperti, ular, kasuari, burung, babi hutan dan sebagainya.

Mereka juga dikenal sebagai peramuh sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan.

Sehari-hari orang Asmat bekerja dilingkungan sekitarnya,terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu maupun berkebun, yang tentunya masih menggunakan metode yang cukup tradisional dan sederhana.

Salah satu masakan istimewa dan unik dari Suku Asmat ialah ulat sagu. Namun sehari-harinya mereka hanya memanggang ikan atau daging binatang hasil buruan.

Menurut orang Asmat “batu” yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai maskawin.

Semua itu disebabkan karena tempat tinggal Suku Asmat yang membetuk rawa-rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya.

Secara adat istiadat, Suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia lain dan lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari.

Suku Asmat di Papua
Suku Asmat di Papua

Mereka meyakini bila nenek moyangnya pada zaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan.

Baca Juga :  Sejarah Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan

Selain itu orang suku Asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati.

Sementaram, berdasarkan mitologi masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis. Orang Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.

Masyarakat Asmat memilik berbagai bahasa yang biasa digunakan. Hal tersebut digolongkan berdasarkan wilayah populasi, yaitu wilayah pantai atau hilir sungai dan hulu sungai.

Pembagian bahasa Asmat hilir sungai terbagi menjadi bagian kelompok pantai barat laut dan bagian kelompok pantai barat daya, sedangkan pembagian bahasa Asmat hulu terbagi menjadi kelompok Keenok serta Kaimok.

- Advertisement -