Pakaian Adat Nagekeo. Ini tanah Flores. Tanah sejuta senyum. Tanah penuh kedamaian. Dalam keramahan tanah ini, Flores masih menyimpan segala keindahan yang mengagumkan. Menyambut tamu dengan wajah senyum tulus, orang asing telah dianggap seperti keluarga sendiri.
Pulau ini adalah ketenangan abadi. Tak hanya keramahan senyum mereka, masih ada cerita yang lebih dari itu. Kearifan lokal dan kekayaan tradisi yang diwariskan nenek moyang dituntut untuk terus dijaga, dilestarikan hingga jauh di masa depan.
Satu yang terpikat adalah pakaian adat Nagekeo yang memiliki keragaman motif adalah bentuk karya-karya keagungan orang Nagekeo. Warna warni pakaian adalah hal yang menggambarkan tentang alam dan kisah keseharian hidup mereka.
Kuning, hijau dan biru merupakan warna cerah yaitu menggantungkan mimpi setinggi-tingginya untuk masa depan cerah. Sementara cokelat mencerminkan kedamaian dan keharmonisan alam yang mereka tinggali.
Jejak perjalanan budaya mereka telah berjalan lebih cepat sampai pada detik ini. Namun apa yang sudah dititipkan nenek moyang masih terjaga tidak berubah. Memiliki motif rumit yang memuat simbol-simbol dalam Pakaian adat selalu mengandung pesan moral dan spiritual yang dijunjung tinggi sampai pada titik akhir kehidupan dunia.
Warna Warni Pakaian Adat Nagekeo
Beberapa tahun terakhir, pakaian adat Nagekeo naik pada tingkat atas yang diperhitungkan. Sebagai pribumi asli menjadi lebih bangga tanpa beban. Saat mengahadiri pesta-pesta, generasi muda mudi dan orang tua mengumumkan penampilan mereka di depan banyak orang.
Namun terkhusus pada generasi milenial adalah untuk menarik lebih dekat jodoh diperjumpaan itu. Seolah dianggap ini penampilan busana adat terbaik untuk pertama dan terakhir kali mereka.Â
Dalam arsip yang tercatat Nagekeo memiliki tiga motif tradisional, yakni, Hoba Nage, Telepoi Rendu dan Dhowik Mbay. Pada proses pembuatan, Hoba Nage tergolong dalam kategori tenun ikat berbanding Dhowik Mbay dan Telepoi Rendu yang dikategorikan songket.
Telopoi Rendu
Telopoi Rendu, masuk kategori tenun songket sederhana yang umumnya tidak bermotif. Penenun seringkali menambahkan motif bunga dan saat ini dikembangkan menjadi berbagai ragam, di antaranya selendang dan syal.
Hoba Nage
Tenun Boawae lebih dikenal dengan nama Hoba Nage. Tenunan ini didominasi warna merah maron, hitam, dan putih, di masa lalu Hoba Nage biasanya dikenakan oleh kaum perempuan, sementara kaum pria umumnya mengenakan kain tenun Mbay.
Kain tenun jenis ini memiliki motif dan ragam hias geometris kecil disebut Hoba dengan warna dasar coklat atau hitam dengan motif dan ragam hias geometris yang kontras diatasnya.
Dhowik Mbay
Dhowik Mbay adalah ibu dari segala motif tenun adat di Nagekeo. Dengan segala kerumitan dan proses pembuatan yang panjang. Sekalipun sama-sama memiliki warna dasar hitam, kuning dan hijau pada umumnya, dhowik mbay selalu memiliki roh dan cirikhas paling beda yang sulit untuk ditiru.
Pada ritual seperti kematian, dhowik mbay menjadi bagian terpenting untuk menutupi sang mayit kumbu ta Mata. Meskipun keyakinan etnis Mbay adalah beragama islam, komunikasi terhadap kesayangan mereka tetap terjalin. Keyakinan tentang dhowik mbay bahwa sekalipun kesayangan mereka telah mati, namun jiwanya tetap tinggal menetap di sarung tersebut.