Teke wesu menentukan hari kapan reba harus dimulai. Pada sore hari sebelum hari yang telah ditetapkan untuk reba, diadakan acara di tempat yang disebut loka suku terletak di luar kampung. Loka suku adalah tempat batu bersusun yang di atasnya ada batu-batu menhir yang tidak tinggi.
Di loka suku diyakini arwah leluhur berada dan menanti. Pada sore hari berikutnya, perayaan nulal berarak dari loka suku menuju kampung dengan membawa serta uwi. Uwi tu telah dipersiapkan oleh wanita-wanita bersama para lelaki.
Uwi tu diambil dari uma moniatau uma doka dari tempat yang khusus dipersiapkan untuk Itu yakni uwi mata ni’a. Begitu uwi untuk upacara dibawa masuk dan diarakkan keliling kampung. Uwi langsung dibawa masuk ke sao puu. Rumah-rumah bukan sao puu, mengambil uwi dari kebun-kebun biasa.
Setelah uwi diterima di rumah, maka perayaan reba dipersiapakan dengan menyembelih babi yang tidak besar atau ayam. Selain dirayakan dengan anggota keluarga dalam arti luas, maka biasanya kenalan dan diajak untuk bersama berpartisipasi pada perayaan itu dengan acara ka maki reba atau makan nasi reba yang mendatangkan berkat.
Dengan cara meletakkan sejumput nasib dan sesuwir daging, dan sepercikan tuak, leluhur diminta menghadiri upacara Itu. Cara meminta kehadiran itu disebut puju maki untuk nasi dan daging sedang untuk tuak disebut fedhi tua.
Acara malam pertama reba yang disebut kobe deke dilanjutkan dengan bertandak. Pada waktu bertandak itu, para partisipan, lelaki dan wanita membentuk lingkarannya masing-masing. Didalam lingkaran yang terbentuk ada beberapa penyanyi lelaki yang mahir dalam pantun-pantun warisan leluhurnya.
Mereka memimpin acara bertandak. Pantun-pantun yang dilantunkan dapat dikategori dalam yang mengingatkan akan peristiwa ditemukannya uw ajaib in io tempore (pada waktu itu) yang dilanjutkan dengan permohonan akan hadirnya arwah leluhur yang menyampaikan kepada Dewa harapan anak cucu yang masih hidup.
Kecuall itu terselip lantunan syair yang menceritakan tertang asal usul woe. Dari lantunan syair tertangkap berbagai nama tempat yang pernah menjadi tempat asal atau singgahan leluhur mereka ketika mengembara dahulu sebelum menetap di tempat mereka sekarang.
Acara bertandak dilakukan semalam suntuk dan pada siang hari berikut dilanjutkan, pada siang hari berikut para penggembira dari lain-lain kampung yang pernah tergabung dalam hubungan ulu eko biasa datang berpartisipasi dan itu berarti mereka harus pula diberi jamuan berupa makanan pesta.
Menjamu para penggembira yang terikat karena hububungan ulu eko sesungguhnya tidak dirasakan sebagai suatu beban, karena setiap rumah di kampung merasa reba adalah perayaan mereka dan untuk itu biasanya sudah dipersiapkan sejak lama
Secara resmi reba dirayakan hanya selama dua hari dua malam. Malam kedua perayaan Itu disebut kobe ‘dhai. Walaupun acara bertandak tetap berlajut, namun pada malam hari kedua atau kobe ‘dhoi diadakan pembicaraan penting di rumah adat atau sao puu.