Filosofi Kue Katirisala, Kue Tradisonal Khas Bugis

Orang Bugis biasanya menyebut kue katirisala dengan nama Cella Ulu (kepala merah). Katirisala, dalam bahasa Bugis sendiri berarti ‘salah tumpah’.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Katirisala adalah kue tradisional khas Bugis yang sering dihidangkan dalam acara-acara istimewa atau tradisi kebesaran masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan (Sulsel). Kue ini terkenal karena paduan cita rasa gurih dan manis yang unik yang kerap membuat ketagihan.

Kue katirisala memiliki dua lapisan yang membedakannya. Lapisan bawah terbuat dari ketan yang dicampur dengan santan, sementara lapisan atasnya terdiri dari telur, santan, dan gula merah, menciptakan tekstur kenyal dengan rasa manis dan gurih yang khas.

Biasanya, katirisala dipanggang dalam satu loyang besar dengan cara dikukus. Setelah matang, kue ini akan dipotong kecil sesuai selera sebelum disajikan.

- Advertisement -

Dr. Firman Saleh, seorang budayawan dari Universitas Negeri Hasanuddin (Unhas), menjelaskan bahwa kue tradisional katirisala berasal dari wilayah Ajatappareng, seperti yang terdokumentasi dalam buku-buku dan tulisan-tulisan lama.

Belum ada catatan pasti mengenai kapan kue ini pertama kali muncul, namun diperkirakan kue ini dikenal oleh masyarakat Bugis pada abad ke-17.

Dikatakan bahwa puluhan tahun lalu di Sulawesi Selatan, dalam acara mappatettong Bola, ada seorang wanita yang secara tidak sengaja menumpahkan gula aren ke hidangan baca doang. Cairan gula aren tersebut mengenai beras ketan yang telah dikukus, disebut Sokko oleh orang Bugis.

- Advertisement -

Saat akan dibuang, seorang nenek tua merasa sayang dan mencicipinya, menemukan rasanya unik. Dari situlah muncul ide untuk menciptakan hidangan baru dari beras ketan dan gula aren.

Kue katirisala biasanya disajikan dalam acara-acara besar, baik yang diadakan oleh bangsawan maupun dalam kegiatan-kegiatan istimewa lainnya.

Kata ‘katirisala‘ berasal dari ‘tiri‘ yang berarti ‘menetes’ dan ‘sala‘ yang berarti ‘salah’, yang secara harfiah mengartikan ‘salah tetes’. Ini merujuk pada lapisan gula merah pada kue tersebut yang terdapat di bagian atasnya, berbeda dengan proses pembuatan kue tradisional lainnya.

- Advertisement -
Baca Juga :  Nasi Jaha, Kuliner Khas Manado yang Mirip Lemang

Kue katirisala memiliki filosofi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Bugis. Gula yang manis melambangkan kebaikan dan kedamaian, sementara ketan melambangkan kekuatan. Dengan demikian, memakan kue katirisala diharapkan memberikan kekuatan dan membawa kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Karena nilai budaya yang penting, katirisala dianggap perlu dilestarikan dan bahkan dimasukkan dalam daftar warisan budaya tak benda yang diharapkan melalui pelestarian tradisi seperti itu, anak cucu dapat memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan dalam pembuatan kue tersebut tetap ada dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

Filosofi Kue Katirisala dalam Pernikahan

Bagi masyarakat Bugis, kue Katirisala yang disajikan dalam perhelatan pernikahan tidak hanya menjadi hidangan untuk para tamu undangan, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis yang dalam.

Keberadaan kue khas Bugis ini melambangkan harapan agar kehidupan rumah tangga dalam pernikahan dapat menyatu meskipun kedua mempelai memiliki karakter yang berbeda. Sebagaimana suami dan istri bersatu dalam ikatan perkawinan, diharapkan mereka mampu melewati segala liku kehidupan dengan penuh kesabaran.

Kue katirisala mencerminkan suka dan duka yang akan dilewati oleh pasangan suami istri. Ada keras dan lembutnya masalah yang akan dihadapi dalam menjalani kehidupan berumah tangga, namun diharapkan mereka tetap kuat dalam menghadapi setiap ujian karena itulah bagian tak terpisahkan dari hidup.

Melalui kue katirisala, disampaikan pesan bahwa pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang sebenarnya, di dalamnya terdapat beragam rasa dan dinamika.

Siapapun yang memasuki bahtera pernikahan, diharapkan siap untuk menghadapi segala tantangan dengan penuh ketabahan.

- Advertisement -