Mungkin tidaklah terlalu menyimpang jika dikatakan bahwa pada banyak Suku bangsa dikenal adanya waktu atau jangka waktu tertentu yang dilihat dan dianggap sebagai suci atau sakral.
Dikatakan waktu sakral atau tempus sacrum, karena orang yakin bahwa dahulu pada waktu Semacam Itu telah terjadi peristiwa yang membawa keberuntungan atau kebahagiaan yang dinikmati oleh seluruh anggota suku.
Peristiwa yang terjadi itu dapat berhubungan dengan atau bersifat magis religius dapat pula berhubungan dengan diperkenalkannya suatu unsur kebudayaan kepada para anggota suku.
Dalam tempus sacrum itu anggota kelompok etnik terikat pada sejumlah ketentuan yang tidak boleh dilanggar, karena akan menimbulkan malapetaka. Sebelum datangnya tempus sacrum anggota masyarakat terikat juga pada ha-ha yang pemali atau tabu.
Sebagai Contoh, dalam wula bui yakni bulan yang mendahului wu’a reba orang tidak diperkenankan membawa, barang-barang yang asalnya dari daerah pantai seperti ikan laut atau pucuk muda dari pohon lontar ke pedalaman, karena akan terjadi angin ribut.
Perayaan tahun baru tradisional pada sub-kelompok etnik Bajawa disebut reba. Perayaan reba tentu bukan dengan sendirinya, melainkan terikat pada berbagai latarbelakang peristiwa pendukung adanya perayaan reba.
Reba berpangkal mula dari satu kelurga petani yang hidup dari bertanam ubi, Pada suatu hari ketika menggali ubi, Dioscorea Alata, atau uwi ditemukan ubi ajaib. Uwi itu demikian panjangnya, sehingga harus digali sangat dalam sebelum menemukan ujung ubi.
Diperkirakan telah terjadi suatu hal yang ajaib, pemberian leluhur dan dewa. Karena keanehannya, setiba di kampung ubi diarak berkeliling penuh kegembiraan sebagai rasa syukur dan terima kasih.
Menunut tradisi, yang pertama mengawali reba, adalah kampung Bena yang kini direservasi sebagai kampung kuno dan salah satu objek turisme di Kabupaten Ngada. Secara tradisional di kampung Bena ada seorang fungsionaris yang ditugaskan menentukan bilamana perayaan reba harus dimulai.
Fungsionaris Itu disebut feke wesu yang menggunakan sebuah sisir bambu bergigi tiga belas. Setiap bulan purnama terahir, satu gigi sisir dipatahkan sampai pada bulan terakhir.
Dapat dikemukakan bahwa perayaan reba dimulai di kampung Bena dari minggu ketiga Desember dan akan berlangsung hingga Maret dengan perbedaan antara beberapa hari hingga seminggu antara kampung yang satu dengan kampung lainnya. Setiap kampung mempunyai lake wesu.