Kaleo-leo, Tradisi Tes Kejujuran di Desa Wabula Buton

Kaleo-leo merupakan hukum adat yang dilakukan untuk membuktikan kebenaran ketika ada dua belah pihak yang berseteru.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Kejujuran adalah sifat yang masih dipegang teguh di beberapa daerah. Bahkan, kebohongan bisa dihukum secara adat dengan tradisi seperti sumpah pocong yang di Buton dikenal dengan nama Kaleo-leo.

Kaleo-leo merupakan hukum adat yang dilakukan untuk membuktikan kebenaran ketika ada dua belah pihak yang berseteru. Kaleo-leo sudah lama berlaku di pesisir Buton, tepatnya di Desa Wabula, Kecamatan Wabula. Dalam prosesi Kaleo-leo, kedua belah pihak yang bertikai akan menyelam dan kebenaran pun bisa terungkap.

Nah, ketika ada dua orang yang berseteru atas kasus tanah atau perselingkuhan misalnya, dan semuanya tidak ada yang mengaku salah. Makah hukum adat Kaleo-leo akan diberlakukan.

- Advertisement -

Dua orang yang bertikai tadi akan dibawa ke rumah adat besar di pesisir pantai yang disebut Galampa. Di sana, tokoh setempat akan berkumpul dengan pakaian adat. Tokoh adat akan membacakan mantra ke dua orang yang berseteru, kemudian mereka akan diminta menyelam di perairan Desa Wabula.

kaleo-leo
Tradisi kaleo-leo. INT

Menyelam yang dimaksud tidaklah seperti traveler yang sedang diving. Kedua orang itu akan memegang kayu, membungkuk memasukkan kepala ke air dengan kaki masih menapak di dasar pantai. Semuanya akan mulai menyelam secara bersamaan dan inilah saat-saat penting dimana kebenaran akan terungkap.

Adat percaya, mantra yang dibacakan sebelumnya, akan membuat pihak yang bersalah tidak akan tenang selama menyelam. Bisa saja ia merasakan panas atau gatal di bagian mukanya. Pastinya, orang ini tidak akan bertahan lama dan duluan mengangkat kepala dari air dibandingkan orang yang tidak bersalah.

- Advertisement -

Walaupun orang bersalah yang melakukan Kaleo-leo adalah ahli menyelam, tetap saja tidak akan tahan. Dengan begitu, Kaleo-leo pun dianggap sebagai cara yang efektif untuk membuktikan siapakah pihak yang bersalah dari pertikaian di Wabula.

Baca Juga :  Tari Payung Minangkabau Mengisahkan Cinta dan Kasih Sayang

Setelah terbukti bersalah, orang tersebut akan diberi sanksi seperti membayar denda sesuai dengan perbuatannya. Besar denda yang harus dibayarkan beragam, mulai dari ratusan ribu hingga di atas Rp 1 juta. Uang denda ini akan masuk sebagai uang kas desa.

Sungguh tradisi adat yang menarik dari Buton. Pesan moralnya jelas, jika tidak mau terkena sanksi sosial dan adat, tegakanlah kejujuran dimanapun kita berada.

- Advertisement -