Filosofi Coto Makassar, Hidangan Rakyat Rasa Sultan

Sebagai ibukota provinsi Sulawesi Selatan, Kota Makassar dikenal memiliki pesona keindahan alam yang sangat menawan, serta beragam budaya dan sejarah di dalamnya.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Kala itu, belum ada Daging sapi yang disajikan hanya terdapat daging kerbau. Jadi setiap harinya raja-raja diberi sajian daging kerbau tersebut. Karena yang diambil hanya dagingnya, maka seluruh isi perutnya dibuat. Toa yang merupakan koki handal kerajaan merasa sayang setiap melihat bagian dalam hewan itu dibuang percuma, sedangkan masyarakat di luar kerajaan tidak pernah merasakan nikmatnya daging.

“Pasti aku bisa menjadikannya sesuatu yang enak dengan bagian dalam perut ini jadi masyarakat bisa merasakan nikmatnya daging,” kumannya seorang diri kala itu. 

- Advertisement -

Kala itu, Toa memiliki kekerabatan yang baik dengan pedagang rempah-rempah dari Tiongkok, Persia dan beberapa negara lainnya. Maka tak heran jika dia memiliki beragam ramuan bumbu dapur, baik rempah dari Indonesia maupun negara-negara lain.

Akhirnya dengan segala keahliannya, Toa mulai membersihkan jeroan lalu di kukus. Dia menggunakan campuran air beras yang diberi kacang untuk bahan utama kuahnya. Akhirnya hidangan yang kita sebut coto Makassar tersebut jadi dan dibagikannya kepada warga di sekitar kerajaan.

Bahkan Toa pun juga menyajikan kepada rekan-rekannya dari negara lain yang kebetulan ada di kawasan itu. Toa juga menyajikan pada pengawal istana sebagai hidangan sarapan sebelum pengawal bekerja menjaga istana. Mereka menyebut kuliner yang diciptakan Toa sangatlah nikmat hingga akhirnya dia pun percaya diri untuk menyuguhkan hidangan tersebut kepada sang raja.

- Advertisement -

Raja ternyata menyukai sajian tersebut dan menjadikan coto Makassar sebagai sajian istimewa kerajaan. 

Filosofi Coto Makassar
Filosofi Coto Makassar

Coto adalah wujut dari kekayaan sumber daya alam di Sulawesi Selatan. Hampir semua rempah-rempah yang ada di daerah itu ada dalam semangkok coto. Tidak tanggung-tanggung, untuk membuat sajian berkuah ini menjadi lezat, Toa menggunakan 40 jenis rempah Indonesia atau disebut rempah Patang Pulo yaitu kemiri, Cengkeh, pala, puli, sereh, lengkuas, merica, bawang merah, bawang puti,h jintan, ketumbar mera,h kacang, ketumbar putih, jahe laos, daun jeruk purut, daun salam, daun kunyit, daun bawang, daun seledri, Daun Prei, Lombok merah, lombok hijau, gula tala, asam kayu manis dan garam.

Baca Juga :  Sejarah Kuliner Nusantara, Memanjakan Lidah Berabad Lamanya

Bahan-bahan tersebut kemudian dimasak dalam wadah kuali tanah yang disebut korong buta atau Uring buta. Seiring berjalannya waktu coto makassar akhirnya menjadi warisan budaya dan kuliner khas suku Makassar.

- Advertisement -

Dengan sambal tauco pedas yang membuat lidah membaca rasa manis yang mengesankan seakan ada di surga. Aroma rempah-rempah yang menggetarkan selera, beberapa campuran jeroan dan daging yang lembut ditambah sajian bawang goreng serta dihidangkan dengan ketupat wangi pandan membuat coto Makassar benar-benar terasa sangat nikmat untuk disantap bersama keluarga, teman dan kerabat.

Pengaruh Kuliner Cina

Menggali setiap rasa masakan berkuah ini punya cerita yang berbeda. Sebagian berpendapat bahwa masakan ini dipengaruhi oleh masakan dari Cina yang bernama choudo yang mengalami perkembangan menjadi soto namun dalam masyarakat Makassar menyebutnya dengan coto. 

Tetapi banyak juga yang berpendapat bahwa makanan ini tidak berhubungan dengan masakan Cina hanya saja perpaduan sambal coto yang menggunakan tauco sebagai salah satu ramuan pembuatan sambal. Apapun itu yang perlu kita ketahui rahasia apa yang tersembunyi di balik kelezatan yang sangat memikat lidah untuk menyantapnya.

Dalam pembuatannya, coto Makassar terkenal dengan teknik merebus daging sapi dan jeroan dalam waktu yang lama dengan campuran rempah-rempah khas. Memasaknya pun harus menggunakan wadah kuali dari tanah liat di atas perapian yang tepat. Dan yang unik, coto Makassar selalu dimasak di depan rumah.

Nilai  filosofi dari kebiasaan ini berkaitan dengan kebiasaan orang Makassar yang sangat menghargai tamu. Karena itu memasak dan menghidangkan coto tidak boleh dilakukan ruang belakang. 

Dahulu Coto Makassar bukanlah makanan untuk sarapan maupun makan siang apalagi untuk makan malam karena makanan ini merupakan makanan perantara sehingga paling nikmat disantap pada pukul 9 hingga pukul 11.00.

Baca Juga :  Sejarah Vihara Ibu Agung Bahari, Saksi Bisu Kedatangan Etnis Tionghoa di Makassar

Kenapa? karena dulu coto adalah makanan untuk prajurit yang dihidangkan sebelum bertugas. Dalam menyantap hidangan berkuah ini, porsinya pun tidak boleh banyak. Hal inilah yang membuat mangkuk coto harus kecil dan menggunakan sendok bebek.

Hal ini karena dahulu coto memang disajikan sebagai makanan antara setelah sarapan sampai makan siang atau setelah makan siang menunggu makan malam. Mangkok yang kecil juga akan mengurung kelezatan dan kekayaan 40 rempah dalam mangkok sehingga punya cita rasa yang maksimal. 

Tata Cara Makan Coto Makassar

Ada hal unik ketika menyantap coto di Makassar. Setiap penggemar hidangan ini punya selera masing-masing dalam menyantapnya. Jadi jangan heran jika muncul berbagai istilah, seperti khalijah, hati limpah dan jantung atau Datuk, daging tok (hanya daging)

- Advertisement -