Tradisi Kawin Lari Suku Sasak. Dalam pernikahan, jika pada umumnya mempelai pria bersama keluarganya akan datang untuk melamar sang wanita. Namun, hal ini berbeda dengan cara yang dilakukan suku Sasak.
Suku yang berada di Lombok, Nusa Tenggara Barat ini masih melakukan tradisi Merarik di mana sang calon mempelai wanita akan dilarikan untuk dijadikan istri.
Sang pria dan wanita biasanya telah berjanji untuk bertemu di suatu tempat. Setelah itu, sang wanita akan dibawa oleh pihak pria di rumah keluarganya selama satu hingga tiga hari. Dan inilah beberapa fakta unik tentang tradisi Merarik dalam pernikahan Suku Sasak.
1. Dilakukan Pada Malam Hari
Merarik berasal dari kata ‘rari’ yang berarti lari atau dalam istilah dapat diartikan sebagai melarikan seorang perempuan untuk dinikahi.
Merarik hanya boleh dilakukan pada malam hari tanpa sepangetahuan orang lain, agar tidak terjadi keributan dan agar terhindar dari hal-hal yang dapat menyebabkan kegagalan pernikahan. Dan jika dalam proses Merarik ini terjadi keributan, pihak pria akan didenda dengan sejumlah uang.
2. Perempuan Memiliki Kedudukan yang Berharga
Tak hanya prosesnya yang unik, Merarik ini juga memiliki makna yang mendalam. Jika, dalam tradisi pernikahan yang lain mambawa lari seorang perempuan dianggap sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan kebiasaan mayarakat atau dikonotasikan negatif.
Maka sebaliknya, bagi masyarakat Suku Sasak mengartikan bahwa Merarik ini seperti ‘mencuri atau membawa lari’. Dan sesuatu yang dicuri berarti sesuatu yang berharga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perempuan yang dibawa lari dipandang sangat berharga kedudukanya.
3. Dilakukan Oleh Pria yang Memiliki Keberanian
Merarik bukanlah hal yang sederhana dilakukan dalam lingkungan masyarakat Suku Sasak, sehingga jika seorang pria berani melakukannya maka ia memang sudah dianggap siap. Sebab, dalam Merarik dibutuhkan strategi agar tidak terjadi kegaduhan, mengatur waktu yang tepat, kesiapan mental maupun materi.
Sehingga tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang, kecuali bagi mereka yang dewasa dan mapan. Seperti di zaman dahulu, dalam tradisi Suku Sasak pria yang mau menikahi seorang perempuan harus memberikan minimal dua ekor kerbau (sekarang sudah dikonversi sebagai simbol kemapanan; memiliki pekerjaan, rumah dan penghasilan tetap, dsb).
4. Perempuan Boleh Menikah Jika Sudah Mahir Menenun (Nyesek)
‘Nyesek’ dalam Bahasa Sasak berarti menenun dengan alat tradisional untuk membuat kain khas Suku Sasak, dan tradisi ini masih bisa ditemukan di Desa Sade, Lombok Tengah. Jika pada zaman dahulu, perempuan baru boleh menikah jika sudah mahir menenun.
Karena ini pekerjaan yang rumit dan butuh keahlian, mungkin dibutuhkan waktu selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun agar bisa mahir. Jadi perempuan yang sudah mahir menenun ini dianggap sudah dewasa dan siap berumah tangga sehingga mereka diperbolehkan menikah.
5. Dibawa Ke Rumah Kerabat Terdekat
Dalam proses Merarik, pria membawa calon pengantin perempuan ke rumah kerabat atau keluarga terdekat dan tidak boleh langsung dibawa ke rumah calon pengantin pria. Agar proses pernikahan cepat dilalukan, kemudian kerabat akan melaporkan pada kepala dusun untuk segera menginformasikan pada pihak keluarga perempuan.
Dalam masyarakat Sasak proses ini dinamakan sebagai ‘Nyelabar’. Setelah itu baru dilakukan prosesi pernikahan selanjutnya, seperti meminta wali, akad nikah (Bekawin), dan iring-iringan pengantin (Nyombe/ Nyongkolan).
Tradisi pernikahan Suku Sasak ini mungkin dianggap sangat tabu karena sering diidentikan dengan ‘kawin culik, padahal ‘menculik; di sini tidak mengandung arti kriminalitas atau kekerasan, karena kedua mempelai yang melakukannya atas kesadaran masing-masing, tidak boleh atas paksaan atau ancaman dan didasarkan pada kesiapan.
Bahkan tradisi merarik ini juga berperan memberikan kebebasan bagi perempuan untuk memilih siapa yang ingin dinikahinya, karena dahulu masih maraknya praktik perjodohan. Bahkan perempuan mengambil peran yang sangat besar dalam proses Merarik tersebut. itulah Tradisi Kawin Lari Suku Sasak.