Tradisi ini mirip budaya saweran/menyawer di Jawa. Ma’toding biasanya dilakukan oleh kerabat atau keluarga dari si-penari saat acara syukuran rumah adat Tongkonan atau “Mangrara Banua”. Ma’toding merupakan tradisi turun-temurun sejak masyarakat Toraja mulai mengenal mata uang.
Ma’toding dalam acara “Mangrara Banua” berbeda dengan ma’toding penari pa’gellu’ di acara-acara biasa. Pada acara mangrara banua, uang todingannya jauh lebih banyak.
Tradisi ma’toding yang murni dari tradisi Toraja dalam ritual Rambu Tuka’, salah satunya acara “Mangrara Banua Tongkonan” (Syukuran\Pentahbisan rumah adat Toraja).
Ma’toding adalah bentuk penghargaan keluarga maupun warga desa untuk ikut membantu keluarga yang mengadakan acara tersebut. Biasanya keluarga akan ma’toding dalam jumlah ratusan hingga jutaan rupiah kepada para penari keluarga dari yang mengadakan acara tersebut.
Biasanya peserta ma’toding akan ma’toding dengan melihat penarinya. Penari yang paling dekat dalam hubungan keluarga mereka, itulah yang mereka toding.
Hasil dari uang todingan tersebut akan diambil oleh keluarga penari untuk membantu keluarga yang mengadakan acara syukuran, guna meringankan biaya acara selama ritual diadakan.
Uang tersebut bisa digunakan untuk biaya pesta yang kadang mencapai ratusan juta. Tradisi ma’toding mungkin mulai jarang ditemui dikarenakan orang Toraja melaksanakan syukuran dengan kesederhanaan.
Walapun tradisi ini terlihat berlebihan, namun beginilah budaya unik dari suku Toraja.