Upacara sekaten melalui prosesi yang cukup panjang, yakni mulai dari persiapan hingga hari besar perayaan. Berikut sejumlah rangkaian proses dari tradisi penyambutan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Persiapan dari upacara sekaten ini dinilai cukup rumit. Untuk persiapan dalam bentuk fisik, diperlukan menyiapkan berbagai benda-benda dan peralatan kebudayaan. Salah satu alat musik utama yang dilakukan yakni gamelan, terutama milik Kanjeng Kyai Sekati.
Ini dilengkapi dengan pengumpulan lagu-lagu untuk mengiringi pementasan gamelan nanti. Konon, lagu-lagu yang dipakai tersebut merupakan ciptaan Walisongo pada jaman Kerajaan Demak.
Tak sampai di situ, adapun berbagai alat budaya lainnya yang diperlukan, yakni. Uang logam untuk upacara udhik-udhik, Naskah riwayat Mulud Nabi Muhammad SAW, Bunga kanthil dan Busana seragam untuk para pementas musik. Nantinya, naskah tersebut akan dibacakan oleh Kyai Pengulu pada tanggal 11 Rabiulawal malam.
Tak kalah penting adalah persiapan mental menjelang proses upacara sekaten. Persiapan non fisik ini para abdi dalem (pelaksana Keraton) yang akan terlibat untuk mempersiapkan diri, terutama mental. Karena, ritual kebudayaan ini dinilai cukup sakral dan perlu dilakukan dengan hikmat.
Nantinya, para abdi dalem yang bertugas, perlu menyucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas (mandi keramas). Gamelan pusaka adalah benda pusaka Keraton yang nantinya akan dimainkan ketika pementasan berlangsung.
Melansir jogjasiana.net, prosesi selanjutnya dalam upacara sekaten adalah gamelan mulai dibunyikan. Gamelan sekaten akan dibunyikan di dalam Keraton, tepatnya di Bangsal Ponconiti yang berada di halaman Kemandhungan atau Keben.
Pada waktu tertentu, nantinya gamelan milik Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat persemayamannya. Pementasan alat musik gamelan ini dilakukan cukup sakral dan diikuti tradisi budaya lainnya.
Menuju ke puncak acara, yakni malam ketujuh, tepatnya tanggal 11 Rabiulawal malam. Di Masjid Besar Yogyakarta, diselenggarakan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW. Ini juga berlangsung penyebaran udhik-udhik oleh para sultan. Udhik-udhik adalah tradisi menebarkan atau melemparkan uang logam.
Tujuannya untuk membagikan kepada tamu yang hadir dalam acara besar di masyarakat Jawa. Pada saat pembacaan Mulud Nabi Muhammad SAW, dilanjutkan dengan persembahan bunga kanthil dari Kyai Pengulu.
Penutupan acara dari upacara sekaten dikenal dengan kondur gongso. Kondur gonso adalah prosesi gamelan pusaka dikembalikan lagi ke Keraton. Ini dilakukan pada tanggal 11 Rabiulawal, tepatnya pukul 24.00 WIB, setelah sultan meninggalkan Masjid Besar.
Sesampainya di Keraton, gamelan akan disemayamkan di tempatnya semula. Dengan disimpannya gamelan pusaka Kanjeng Kyai Sekati di Keraton, ini menandakan bahwa upacara sekaten telah selesai.