Sejarah Gunung Tambora. Setahun setelah letusan Tambora, negeri-negeri belahan utara mengalami anomali cuaca hebat, sebuah tahun tanpa musim panas, The Year Without Summer.
Seperti apa dahsyatnya letusan Tambora yang mengilhami Festival Pesona Tambora? Dimensi Indonesia coba menuliskannya dari berbagai sumber.
Penyebab Memusnahkan Dua Kerajaan
Dalam naskah Bo’ Sangaji Kai tertukil kisah yang mengerikan. Hari itu seakan kiamat, letusan Gunung Tambora April 1815 mengubur peradaban di Sumbawa. Kerajaan Tambora dan Pekat musnah.
Baru sehari masuk bulan Jumadilawal. Subuh tak kunjung benderang tatkala petaka menyembur dari dalam Tanah Bima. Seakan meriam perang tengah diletuskan. Batuan dan hujan abu seperti dituang. Tiga hari dua malam tak berkesudahan.
Ketika tiba terang, tampaklah rumah dan tanaman rusak seperti diterjang perang. Gunung Tambora telah membawa tamat bagi dua negeri: Tambora dan Pekat.
Dari penuturan naskah Bo’ Sangaji Kai itu, letusan Gunung Tambora dilukiskan seperti kiamat khususnya bagi Kerajaan Tambora dan Pekat.
Penyebabnya, menurut naskah itu akibat tindakan khilaf Sultan Tambora, Abdul Gafur. Malapetaka baru berakhir berkat orang bersembahyang. Namun, kemelaratan, kelaparan, dan penyakit tak bisa tertolong.
Orang mati bergeletakan di jalan. Mereka tidak dikubur, tidak pula disembahyangkan. Mayatnya menjadi santapan hewan liar. Andai tidak datang pedagang dari luar, penduduknya pasti habis, mati kelaparan.
Para pedagang datang dari pulau-pulau sekitar. Mereka ada orang Arab, Tionghoa, dan Belanda. Beras, gula, susu, jagung, kacang kedelai yang mereka bawa ditukar dengan piring, mangkok, kain tenun, senjata, barang emas dan perak, sereh, gambir, serta budak.
Penelitian membuktikan amukan Gunung Tambora terjadi pada April 1815.
Igan Sutawidjaja, peneliti dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia menjelaskan, terjangan awan panas yang menggempur hampir sekeliling Gunung Tambora pertama kali terjadi pada 10 April 1815.
Dampak terdahsyat dirasakan mereka yang bermukim di barat, selatan, dan utara gunung. Selain Tambora dan Pekat, Kerajaan Sanggar juga lebur diterjang awan panas mencapai 800°C.
“Ke timur, ke arah Sanggar tidak begitu besar. Jadi, raja Sanggar masih bisa menyelamatkan diri dan pindah ke Sanggar sekarang,” kata Igan.
Sebelum musnah, kerajaan-kerajaan di wilayah Semenanjung Sanggar itu sempat mengalami kemakmuran.
Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) I Made Geria, dalam tulisannya “Menyingkap Misteri Terkuburnya Peradaban Tambora”, penelitian arkeologi memunculkan dugaan bahwa warga kerajaan-kerajaan itu telah membangun peradaban yang tinggi.
“Peristiwa itu bisa dibayangkan sebagai sebuah peristiwa kiamat di wilayah Tambora sendiri dan penelitian juga sudah membuktikan bahwa wilayah Tambora luluh lantak,” tulis I Made Geria.
Murka Nyi Roro Kidul
Saat letusan Tambora terjadi April 1815, mereka yang berada di pulau lain hanya bisa bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
The History of Java Volume 1, laporan dari petugas kolonial di Makassar, Maluku, dan Jawa senada menyebutkan bahwa pada 5 April 1815 terdengar suara tembakan meriam dari seberang lautan, tetapi tak diketahui dari mana asal-usulnya.
“Suara itu, pada awalnya disangka suara tembakan meriam, sampai-sampai satu detasemen tentara siap dikirim dari Yogyakarta untuk memeriksa apakah wilayah terdekat sedang diserang. Dan di pantai kapal-kapal langsung disiagakan untuk merespons kemunculan asal suara tersebut,” tulis Raffles dalam The History of Java, Volume 1.