Rumah Bolon, Rumah Adat Sumatera Utara: Sejarah, Filosofi dan Keunikan

Patut kita syukuri bahwa perjalanan nenek moyang bangsa Indonesia selalu meninggalkan sesuatu yang sangat berharga dan berbeda dengan negara-negara lain di dunia.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Rumah Bolon. Suku Batak merupakan suku terbesar ketiga dengan populasi terbanyak di Indonesia mencapai 8.466.969 jiwa atau 3,58 persen dari total penduduk. Berdasarkan sejarah, Suku Batak diperkirakan datang sejak 3.000 tahun yang lalu. Peradaban Suku Batak sudah dimulai melalui proses perjalanan sejarah yang panjang sebagai ras suku Proto Melayu (Melayu Tua).

Patut kita syukuri bahwa perjalanan nenek moyang bangsa Indonesia selalu meninggalkan sesuatu yang sangat berharga dan berbeda dengan negara-negara lain di dunia. Salah satu yang menjadi ciri khas dari Suku Batak adalah rumah adat Bolon. 

Secara fungsi, rumah adat Bolon atau Jabu Bolon tidak beda jauh dengan rumah pada umumnya. Memiliki ruang tamu, kamar, dapur dan berfungsi sebagai rumah tinggal keluarga yang nyaman. Namun dari sisi budaya, rumah adat Bolon memiliki peran penting bagi Suku Batak. Biasanya digunakan untuk pertemuan adat, upacara adat dan acara lainnya.

- Advertisement -

Kata “Bolon” sendiri berarti Besar. Sehingga dalam pembangunannya mengikuti panduan dari kata ini. Rumah adat Bolon dirancang oleh arsitek kuno Simalungun pada tahun 1864 oleh raja purba XII Tuan Rahalim, seorang raja yang pernah Berjaya di Simalungun pada pertengahan abad ke-19 dengan ukur yang sangat besar, memiliki ketinggian mencapai 1,75 meter. 

Selama pendirian, sebanyak 13 raja perna mendiami rumah ini dari masa ke masa yaitu :

  • Tuan Pangultop Ultop pada tahun 1624-1648.
  • Tuan Ranjiman pada tahun 1648-1669.
  • Tuan Nanggaraja pada tahun 1670-1692.
  • Tuan Batiran pada tahun 1692-1717: 
  • Tuan Bakkaraja pada tahun 1718-1738: 
  • Tuan Baringin pada tahun 1738-1769: 
  • Tuan Bona Batu pada tahun 1769-1780
  • Tuan Raja Ulan pada tahun 1781-1800
  • Tuan Atian pada tahun 1800-1825
  • Tuan Horma Bulan pada tahun 1826-1856
  • Tuan Raondop pada tahun 1856-1886
  • Tuan Rahalim pada tahun 1886-1921
  • Tuan Karel Tanjung pada tahun 1921-1931
  • Tuan Mogang pada 1933-1947
Baca Juga :  Rumah Adat Laika, Keindahan Arsitektur Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara

Setelah masa pemerintahan raja terakhir yaitu Raja Mogang pada tahun 1947 berakhir. Oleh Raja Mogang menyerahkan rumah ini kepada pemerintahan daerah dan diakui sebagai salah satu rumah adat Sumatra Utara secara nasional.

- Advertisement -

Filosofi dan Ciri Khas Rumah Bolon

<yoastmark class=

Terdapat beberapa jenis rumah bolon yang juga memiliki ciri khas, diantaranya rumah Bolon Toba, rumah Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah Bolon pakpak dan rumah Bolon Angkola.

Bentuk Rumah

Rumah ini memiliki bentuk persegi empat dengan model rumah panggung. Penghuni atau tamu yang masuk ke dalam, harus menaiki anak tangga lantaran tingginya mencapai sekitar 1,75 meter dari tanah. Mereka juga harus menunduk saat berjalan  melalui tangga karena tangga tersebut berada di tengah-tengah badan rumah.

- Advertisement -

Atap yang Lancip

Atap bagian depan lebih panjang daripada bagian belakang. Mereka percaya bahwa atap lancip berfungsi sebagai pelindung dan penahan angin. Atap juga dianggap sebagai tempat yang sakral karena menyimpan benda-benda pusaka. Atap lancip dipercaya sebagai bentuk doa, agar penghuni rumah tersebut diberi kemakmuran dan kesuksesan.

Pondasi Rumah

Rumah adat suku Batak menggunakan pondasi tipe cincin, yaitu batu sebagai tumpuan kolom kayu yang ada di atasnya. Batu ojahan adalah jenis batu yang dipakai pada bagian dasarnya. Bagian atas batu ojahan dengan struktur fleksibel diletakkan tiang berdiameter 42 cm-50 cm.

Model ini bisa membantu rumah agar kuat dari goncangan akibat gempa. Rumah ini memiliki 18 tiang yang menyangga di setiap sudut rumah. Tiang tersebut memiliki filosofi kebersamaan dan kekuatan.

Dinding Rumah

Dinding rumah dibuat miring vertikal dengan alasan agar angin dapat masuk dengan mudah. Dinding berbahan kayu direkatkan menggunakan tali ijuk atau rotan yang diikat kuat sehingga bangunan dapat bertahan lama dan tidak roboh saat angin besar.

Baca Juga :  Tradisi Sasapian, Kesenian Sapi-sapian dari Desa Cihideung

Bentuk pola pengikatnya unik seperti cicak mempunyai dua kepala yang saling berlawanan sebagai lambang kehidupan dalam arti; walaupun berbeda pendapat tetapi masih tetap saling menghargai.

Ukiran

Rumah ini juga dikenal dengan nama rumah Gargo berarti ukiran, yang juga menjadi simbol kebenaran. 

Terdapat tiga jenis Gargo yaitu:

  • Ukiran Kerbau : Simbol terima kasih kepada kerbau yang turut membantu dalam urusan pertanian sawah ataupun ladang.
  • Ukiran Ular : Simbol pembawa rezeki atau keberuntungan ketika seekor ular masuk ke dalam rumah.
  • Ukiran Cicak : Simbol bertahan hidup. Dalam keadaan apapun mereka akan tetap bertahan, bersatu padu.

Rumah ini tidak hanya dijadikan tempat bernaung bagi keluarga besar Batak, lebih jauh adalah sebuah monumen budaya yang mencerminkan identitas dan nilai-nilai masyarakat Batak. Rumah Bolon merupakan warisan budaya yang penting dan menjadi salah satu daya tarik budaya di Indonesia.

- Advertisement -