Langit nampak cerah pagi itu di perbukitan Tuaninu. Begitupun semangat masyarakat Tuaninu yang beramai-ramai menyelesaikan tahapan akhir penutupan atap rumah tradisional menggunakan alang-alang.Â
Tradisi mendirikan rumah adat Tuaninu sudah dilakukan sejak turun-temurun. Dikisahkan dahulu kala ritual pembangunan rumah adat Tuaninu selalu menggunakan korban manusia namun peradaban terus bergulir kini masyarakat adat Tuaninu telah menggantinya dengan kurban hewan.
Keluarga besar Tuaninu selalu bahu membahu dalam menyediakan hewan kurban sebagai syarat utama dalam ritual membangun rumah adat. Jumlah hewan kurban sangat tergantung dari kemampuan masing-masing suku. Biasanya kerangka hewan kurban digantung di dalam rumah adat menjadi pengingat.Â
Beringin besar yang bertengger kokoh menjadi penjaga rumpun suku Kapitan ronda yang terdiri dari lima suku besar penghuni 11 rumah adat Tua ini.
Berawal dari pohon beringin inilah ritual pendirian rumah adat digelar. Hewan kurban selalu disembelih di bawah pohon beringin ini. Usai penyembelihan, beberapa bagian hewan kurban direbus untuk dipersembahkan kepada leluhur dengan tujuan agar pembangunan rumah adat ini dapat berlangsung dengan aman dan lancar dan kelak penghuninya juga diberkati yang maha kuasa.
Dikisahkan asal muasal Kampung Adat Tuaninu berawal dari kapal yang karam di bukit tersebut, karenanya atap rumah adat Tuaninu berbentuk perahu terbalik yang menjadi falsafah hidup mereka.
Hidup rukun toleran dan saling bergandengan tangan dalam berbagai hal termasuk pembangunan rumah adat Baru adalah tradisi yang terus dipertahankan dari generasi ke generasi. Gaya arsitektur rumah tradisional Tuaninu lazimnya berbentuk persegi panjang terdiri dari tiang pancang berfungsi sebagai pondasi rumah.Â
Dinding rumah terbuat dari papan dan atapnya menggunakan rumput alang-alang. Seperti lazimnya rumah tradisional yang berbentuk panggung, rumah adat Tuaninu juga bergaya panggung dengan beberapa struktur bagian yang memiliki fungsi dan makna khusus yang diyakini sebagai tempat suci bagi arwah leluhur mereka.
***
Semilir hembusan Bayu menyatu dalam setiap derap langkah. Warga bergegas menuju perkampungan di bukit yang tak terlampau tinggi ini dengan tekad hari ini pekerjaan pengetahuan rumah rangkum dikerjakan.
Satu persatu ikatan Ilalang disusun dari bawah ke atas membentuk empat persegi berpadu dalam ikatan yang serasi berbaur dengan peluh sang perajut pengingat bahwa perahu siap berlayar.Â
Kegembiraan tergambar di wajah suku kapitan ronda usai merampungkan atap rumah tradisional mereka. Iringan Gong gendang menandai sukacita bersama dalam menuntaskan tugas sebagai penjaga peradaban.