Liang Bua, Rumah Manusia Modern Sepuluh Ribu Tahun Silam

Kehidupannya berada pada akhir Zaman Pleistosen sebelum kedatangan manusia modern di Flores.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Liang Bua pertama kali dilaporkan sebagai situs oleh misionaris Belanda Verhoeven tahun 1965. Pada 1946-1949, dia mendapatkan kabar bahwa sebelumnya lokasi ini menjadi sekolah bagi anak-anak setempat hingga akhirnya mengajak pastor lainnya pada 1950.

Dalam kunjungannya ke Liang Bua, rombongan para pastor ini secara tidak sengaja menemukan bukti-bukti pecahan batu sabak dan grip (bekas peralatan anak sekolah), serta beberapa fragmen tembikar (kereweng) dan serpih-serpih batu yang berserakan di permukaan lantai gua.

“Karena merasa penasaran dan tertarik dengan temuan-temuan tersebut, Pastor Verhoeven kemudian kembali lagi ke gua ini pada tahun 1965 dan melakukan uji coba penggalian (test-pit).”

- Advertisement -

Hasilnya, ditemukan tujuh individu kerangka manusia lengkap dengan benda-benda bekal kubur seperti periuk, kendi, beliung, batu, manik-manik, dan perlatan dari logam. Penelitian situs ini berlanjut dilakukan oleh Puslit Arkenas pada 1978 hingga 1989, lalu pada awal dekade 2000-an bersama lembaga internasional.

Awalnya banyak yang skeptis dengan temuan di Flores ini, antara kerangka ini dari manusia dewasa, anak-anak, atau monyet, karena ukurannya yang kecil. Jawaban itu terpecahkan oleh Rokus Due Awe, seorang peneliti senior. Itu adalah tengkorak dan tulang belulang manusia dewasa, saya yakin 100 persen, bahkan 200 persen,” katanya dalam tulisan Jatmiko.

Akhirnya ditetapkanlah bahwa kerangka ini adalah jenis ‘spesies baru’ dalam perkembangan evolusi manusia sebagai Homo floresiensis, manusia dari flores.

- Advertisement -

Mama Flo yang ditemukan pada 2003 memiliki tinggi 106 sentimeter dengan volume otak sekitar 380 hingga 400 cc. Ukuran kecil ini membuat publik menjulukinya sebagai Hobbit dengan merujuk cerita fiksi karya J.R.R Tolkien Lord of The Rings, yang kebetulan triloginya tayang pada saat itu.

Baca Juga :  Masyarakat Tamil dan Kebudayaannya di Medan
Liang Bua
Homo floresiensis

“Karakteristik atau ciri tengkorak Homo floresiensis sangat mirip dengan fosil tengkorak Homo erectus yang ditemukan di Dmanisi (Georgia, Asia Barat Laut) yang berumur sekitar 1,8 juta tahun yang lalu,” lanjutnya.

Bentuk pelipisnya memiliki kemiripan dengan menekuk ke dalam bagian belakang. Kecocokan pun ditemukan dengan fosil erectus awal. erectus dari Afrika, dan Pulau Jawa, dengan bagian rahang bawah.

- Advertisement -

Keunikannya, selain berukuran kecil, terlihat dari bentuk tulang paha yang lebih panjang dari lengan atas. Karakter ini memiliki persamaan dengan manusia tertua Lucy (Australopithecus afarensis) di Ethiopia dari 3,2 juta tahun silam. Artinya, walau mereka memiliki dua kaki untuk berjalan di atas tanah, tapi mereka sering menghabiskan waktunya dengan memanjat, urai Jatmiko.

Kalangan ilmuwan lain justru menganggap floresiensis sebenarnya manusia modern (Homo sapiens), seperti kita. Mereka mengalami kelainan fisik akibat patologi atau penyakit, sebagaimana yang diungkap Teuku Jacob, paleantropolog Universitas Gadjah Mada.

Bukan sembarang pendapat, hal itu didapati karena adanya tanda-tanda fisik seperti keausan gigi dan pengerdilan yang ditemui. Jacob dan tim juga berpendapat manusia katai ini bukan kelompok pemburu, tapi sudah hidup bercocok tanam dan memelihara binatang seperti manusia modern.

- Advertisement -