Gunung Bawakaraeng, siapa yang tak mengenal akan Gunung ini. Gunung yang terletak di Kabupaten Gowa ini mimiliki daya pikat tersendiri. Selain Keindahan pemandangan gunungnya, Bawakaraeng juga memiliki tempat lain yang tak kalah indahnya yaitu Danau Tanralili.
Danau Tanralili ini terletak di kaki Gunung Bawakaraeng. Danau Tanralili sering disebut juga sebagai Ranukumbolonya Gunung Bawakaraeng. Danau Tanralili terbentuk akibat longsoran Gunung Bawakareng yang membentuk cekungan yang dalam.
Tanralili diambil dari nama salah satu kerajaan di Sulawesi Selatan yang terkenal pemberani. Untuk menuju Danau Tanralili, kita harus trekking selama 3 jam dari desa terakhir yaitu Desa Lengkese.
Untuk menuju Desa Lengkese, dari Makassar kamu harus menempu menuju Malino. Setelah memasuki jalan poros Malino, terdapat 2 rute yang boleh kamu pilih, belok kanan di depan pasar sebelum memasuki kawasan malino menuju kecamatan Parigi, ini merupakan jalur yang paling cepat.
Namun untuk kamu yang ingin membeli bekal terlebih dahulu dapat belok kanan melalui arah Air Terjun Takapala atau Air Terjun Ketemu Jodoh. Setelah melewati pintu masuk air terjun tersebut, lurus terus mengikuti jalanUntuk menuju Desa Lengkese. Dirute ini telah banyak petunjuk jalan sehingga sangat memudahkan.
Sesampainya di Desa Lengkese, sama seperti di Desa Lembana, desa terakhir untuk menuju Puncak Bawakaraeng. Di Desa Lengkese ini pun banyak terdapat tempat parkir motor dengan tarif parkir motor Rp 5.000 dan biaya registrasi juga Rp 5.000.
Untuk menuju Danau Tanralili, kamu harus trekking selama 3 jam perjalanan. Dari basecamp, perjalanan di mulai dengan melintasi jalan tanah dan akan melewati danau kecil dan setelah itu akan melewati jalur berbatu dengan kondisi terbuka sehingga jika jalan ketika siang hari sangatlah panas menyengat.
Setelah berjalan kurang lebih 30 menit, kamu akan bertemu dengan jalan persimpangan yaitu jalan menuju Danau Tanralili dan untuk menuju Lembah Ramma.
Setelah melewati persimpangan tersebut, kamu harus menghadapi tanjakan pertama yang cukup terjalan dengan kondisi jalan berbatu dan basah saat musim hujan. Setelah melewati tanjakan tajam tersebut, kamu akan disuguhkan pemandangan indah.
Bukit dan lembah yang hijau dengan aliran sungai di bawah yang terlihat jelas ditambah dengan kabut yang cukup menambah eksotisme tempat ini. Setelah melewati tanjakan tajam, kami harus melewati turunan yang tak kalah terjalnya.
Turunan yang akan menjadi tanjakan terberat selama perjalanan ketika pulang nanti. Di sisi kanan jalan terdapat tebing yang terlihat beberapa air terjun mini yang dapat digunakan sebagai sumber air untuk mengisi perbekalan air.
Setelah melewati turunan tajam, jalan yang dilalui merupakan jalur landai dan sesekali turun kemudian menanjak kecil untuk melintasi sungai kecil.
Setelah melewati 2 sungai, kami pun harus menghadapi kembali tanjakan tajam yang merupakan tanjakan tajam terakhir sebelum mencapai Danau Tanralili. Di tanjakan ini kita harus berhati-hati karena pembatas jalan dengan jurang tersebut menggunakan kawat berduri yang sesungguhnya sangat berbahaya bagi pendaki.
Setelah melewati tanjakan tersebut, kami berada di atas yang dari kejauhan sudah terlihat tenda-tenda para pengunjung lain yang sudah terlebih dahulu tiba.
Jalan turun dan menanjak yang tidak terlalu tajam mengakhiri jalan kami hingga tiba di Danau Tanralili. Danau ini, udara sejuk dan suara gemericik air dari aliran sungai kecil dan air terjun kecil dan nyanyian pengunjung lain yang sesekali terdengar.
Danau Tanralili di lembah dari 2 tebing tinggi yang hijau. Hamparan telaga berair jernih dengan gunung hijau berselimut pohon sungguh menawan.
Danau Tanralili terbentuk akibat longsoran gunung sehingga membentuk cekungan yang dalam. Makanya, danau ini juga sering disebut Ranu Kumbolo-nya Sulawesi Selatan. Ketika malam, bintang-bintang pun terlihat dengan sangat jelas, jauh berbeda jika di perkotaan.Semilir angin menemani malam kami kala itu.
Namun traveler dilarang berenang di danau ini. Dan tentunya jangan meninggalkan sampah serta harus jaga kebersihan.