Bissu, Satu dari Lima Gender di Suku Bugis

Gambaran akan fleksibilitas gender di kalangan orang Bugis tercermin dalam ungkapan “au’ni na woroane-mua na makkunrai sipa’na, makkunrai-mui; mau’ni makkunraina woroane sipa’na” yang artinya “meskipun dia laki-laki, jika memiliki sifat keperempuanan, dia adalah perempuan; dan perempuan yang memiliki sifat kelaki-lakian, adalah lelaki”.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Kombinasi ini merujuk pada makna filosofis yang dianut oleh masyarakat Bugis kuno yang mengacu pada nama naskah klasik La Galigo. “I La Galigo” memuat makna simbolik di mana ikon manusia sempurna sekaligus penyelamat masyarakat didahului dengan simbol “Perempuan” baru kemudian simbol “Laki-laki.” Secara harfiah, ungkapan tersebut berarti manusia sempurna adalah manusia yang memiliki unsur keperempuanan dan kelaki-lakian secara seimbang dan adil.

Peran Bissu ini menjadikannya sebagai orang yang memiliki bahasanya sendiri yang juga diyakini sebagai bahasa orang-orang langit. Bahkan di masa lalu, ketika masih berbentuk kerajaan, bissu kerap diberikan kepercayaan oleh raja untuk menjaga dan melindungi arajang (pusaka kerajaan).

Calalai

Calalai adalah seseorang dengan tubuh biologis perempuan namun mengambil peran dan fungsi laki-laki. Misalnya, Sheryn menceritakan tentang seorang Calalai bernama Rani (nama samara).

- Advertisement -

Rani sehari-hari bekerja sebagai tukang besi, ia terbiasa membuat peralatan logam seperti keris, pisau, pedang, dan lainnya. Rani juga menggunakan kain sarung dan pakaian laki-laki. Ia tinggal bersama istrinya dan anak-anak yang mereka adopsi.

Rani terbiasa bekerja bersama laki-laki lain, berpakaian sebagai laki-laki, merokok, dan berjalan sendiri pada malam hari. Kebiasaan yang tak lazim dilakukan oleh para perempuan. Uniknya, Rani tidak dianggap sebagai laki-laki. Ia juga tidak berharap menjadi seorang laki-laki. Rani adalah seorang calalai.

Calabai

Sebaliknya, calabai adalah orang yang dilahirkan dengan anatomi tubuh laki-laki tetapi dalam kehidupan keseharian berperilaku sebagai perempuan. Meskipun demikian, mereka tidak menganggap dirinya sebagai perempuan, juga tidak dianggap sebagai perempuan oleh masyarakat.

- Advertisement -

Calabai juga mempunyai tugasnya sendiri, misalnya dalam mempersiapkan pesta pernikahan. Ketika tanggal pernikahan telah disepakati, keluarga mempelai akan merundingkan rencana pernikahan dengan calabai.

Baca Juga :  Tigel Bangka, Tarian Mistis yang Berawal dari Kebiasaan Parampok

Calabai kemudian bertanggungjawab atas banyak hal seperti mempersiapkan dan mendekorasi tenda, menyiapkan gaun pengantin baik bagi pengantin perempuan maupun laki-laki, mempersiapkan makanan, dan lainnya. Pada hari ketika pesta berlangsung, calabai akan tinggal di dapur untuk mempersiapkan makanan, sementara calabai yang lain bertugas untuk menunjukkan tempat bagi tamu undangan.

Christian Pelras dalam Manusia Bugis menyebutkan bahwa relasi gender masyarakat Bugis tergolong cair. Misalnya saja gender calabai yang ditulisnya sebagai “jenis kelamin ketiga” dan calalai sebagai “jenis kelamin keempat” yang masing-masing memiliki peran di masyarakat.

- Advertisement -

Reperensi: GNFI, WIKIPEDIA, Challenging Gender Norms

- Advertisement -