Pada zaman dahulu, Barongko tergolong makanan penutup mewah dan hanya khusus disajikan bagi kaum bangsawan dari kerajaan-kerajaan Bugis. Kue yang berbahan utama pisang ini, hanya disajikan pada saat tertentu, seperti pernikahan dan upacara adat. Barongko berwarna putih kekuningan, berbentuk segitiga dan dikemas secara tradisional dengan menggunakan daun pisang. filosofis Barongko.
Pisang yang digunakan untuk membuat Barongko adalah pisang raja atau pisang kepok. Masyarakat Bugis menyebutnya, Utti Loppo yang berarti pisang besar. Nama Barongko sendiri diambil dari ungkapan Bugis ‘Buana Naroko’ yang artinya buah yang dibungkus oleh daun dari buah itu sendiri.
Cara pembuatan Barongko pun tergolong sederhana. Pisang yang menjadi bahan utama dihaluskan lalu dicampur dengan bahan lainnya seperti gula pasir, telur, santan kental, vanili, garam dan bahan lainnnya.
Bahan-bahan yang terlah tercampur itu kemudian dibungkus dengan menggunakan daun pisang dengan pola segitiga tiga dimensi dan disemat dengan lidi, lalu dikukus. Setelah masak, ditunggu dulu beberapa menit barulah Barongko disajikan dalam keadaan dingin.
Meskipun terlihat sederhana dan mudah cara pembuatannya, namun Barongko mempunyai nilai filosofis yang sangat tinggi. Bahan utamanya terbuat dari pisang, bungkusannya pun terbuat dari daun pisang. Hal ini dimaknai bahwa haruslah sama apa yang terlihat di luar dengan apa yang tersimpan di dalam diri kita.
Pelajaran lainnya yang dapat kita petik dari Barongko adalah apa yang terpikirkan dan yang dirasakan haruslah selaras dengan tindakan yang akan dilakukan. Demikian filosofis Barongko