Senjata tradisional Kalimantan Timur menawarkan jendela ke dalam kekayaan budaya suku Dayak. Setiap senjata memiliki kekhasan tersendiri yang mencerminkan nilai dan kearifan lokal. Dari mandau hingga bujak, masing-masing memuat sejarah panjang. Artikel ini memandu Anda menjelajahi kedelapan senjata tradisional tersebut.
Masing-masing senjata memiliki fungsi dan makna simbolis dalam masyarakat Dayak. Beberapa senjata digunakan dalam upacara adat, sementara yang lain disematkan dalam keperluan sehari-hari. Memahami senjata ini berarti menghargai sejarah dan warisan budaya yang melekat di dalamnya.
Mandau
Lihat postingan ini di Instagram
Mandau merupakan ikon senjata tradisional Kalimantan Timur yang terkenal. Mandau masyarakat Dayak memiliki variasi seperti Mandau Ilang, Langgi Tinggang, dan Niabur, yang berbeda pada lengkungan bilahnya. Mandau Ilang hampir lurus, sedangkan Langgi Tinggang melengkung ke belakang.
Mandau dipercaya memiliki kekuatan spiritual tinggi. Biasanya, digunakan oleh raja dan kepala suku sebagai warisan yang dijaga. Dalam bentuknya yang estetis, mandau dilengkapi dengan ukiran halus pada bilah yang kadang dihiasi dengan tembaga untuk keindahan.
Senjata ini memiliki panjang sekitar setengah meter dengan ukiran unik namun bilah yang tidak terlalu tajam. Mandau saat ini lebih banyak digunakan sebagai hiasan rumah. Penggunaan praktisnya telah berkurang seiring waktu, namun tetap dianggap sebagai pusaka berharga.
Sumpit
Lihat postingan ini di Instagram
Sumpit adalah senjata tiup tradisional yang digunakan suku Dayak untuk berburu dan berperang. Meskipun sederhana, dengan mengandalkan napas sebagai tenaga pelontar, sumpit sangat efektif dan akurat.
Anak panah sumpit biasanya diracuni untuk menambah daya mematikan. Dengan panjang mencapai dua meter, sumpit terbuat dari bambu yang diberi nama sipet. Dalam tradisi Dayak, sumpit juga digunakan dalam pernikahan sebagai mas kawin.
Sumpit menawarkan keunggulan berupa akurasi hingga 200 meter dan tanpa suara saat digunakan. Di era modern, sumpit melampaui fungsinya sebagai alat berburu. Kini, di festival-festival budaya seperti Festival Erau, sumpit menjadi bagian dari perlombaan tradisional.
Gayang
Gayang adalah senjata Dayak Kadazan Dusun yang menyerupai mandau. Bilahnya panjang dan sarungnya melengkung, mirip dengan mandau ilang suku Dayak Iban.
Proses pembuatan gayang memerlukan ritual khusus, seperti halnya mandau. Selain sebagai senjata, gayang juga memiliki makna spiritual dan simbolik dalam masyarakat pemiliknya.
Kerumitan dalam pembuatannya menjadikan gayang senjata yang langka. Lebih dari sekadar alat perang, gayang adalah simbol budaya dan estetika yang dihormati masyarakat Dayak.
Telawang atau Perisai
Lihat postingan ini di Instagram
Telawang adalah alat pelindung yang penting dalam budaya Dayak. Dikenal juga dengan nama telabang dan kelembit. Dalam bahasa Dayak Ngaju ini disebut Talawang, sedangkan dalam bahasa Dayak Ma’anyan disebut dengan nama Kajubet.
Perisai ini terbuat dari kayu pelantan, bahan yang ringan tetapi kuat. Bentuk prisma dan ukuran panjangnya yang mencapai dua meter membuatnya ideal untuk perlindungan.
Bagian dalam telawang memiliki pegangan yang nyaman, sedangkan bagian luarnya dihiasi ukiran khas Dayak. Lebih dari sekadar alat bertahan, perisai ini kaya akan nilai seni dan budaya.
Lonjo atau Tombak
Lihat postingan ini di Instagram
Lonjo adalah tombak panjang dengan ujung besi tajam yang ditempa. Pegangannya terbuat dari bambu, memadukan kekuatan dan kelenturan.
Ujung tombak lonjo diikat dengan anyaman rotan, memberikan daya tahan yang kuat. Tombak ini sering digunakan untuk berburu dan berperang.
Keberadaan lonjo turut serta dalam cerita rakyat Dayak, di mana senjata ini diyakini memiliki energi spiritual yang dapat memperkuat pemiliknya.
Dohong
Lihat postingan ini di Instagram
Dohong adalah senjata yang menyerupai keris tetapi lebih besar. Kehadirannya di masyarakat Dayak lebih awal dibandingkan mandau.
Bagian tajam dohong dibuat ganda, dengan pegangan dari tanduk kerbau. Hanya kepala suku yang berhak menggunakan senjata ini.
Kini, dohong sulit ditemukan dan menjadi barang antik bernilai tinggi. Keterbatasan penggunaannya menambah nilai keistimewaan senjata ini dalam tradisi Dayak.
Keris
Lihat postingan ini di Instagram
Keris yang ada di Kalimantan Timur merupakan peninggalan Kerajaan Kutai. Asalnya memang dari Jawa, tetapi menyebar dan digunakan dalam upacara kerajaan.
Keris menjadi benda pusaka penting dalam penobatan Sultan Kutai Kertanegara. Juga, banyak koleksi keris disimpan di Museum Mulawarman.
Kehadiran keris menambah keragaman budaya Jawa di Kalimantan Timur. Meskipun bukan asli daerah ini, keris tetap memiliki tempat di hati masyarakat.
Bujak
Lihat postingan ini di Instagram
Bujak adalah senjata tradisional khas Kalimantan yang menyerupai tombak. Perbedaannya terletak pada tangkainya yang terbuat dari kayu lilin, sedangkan ujungnya dibuat dari besi. Panjang bujak biasanya mencapai sekitar 3 meter. Senjata ini sering dilengkapi dengan racun dari getah pohon ipuh, yang bertujuan untuk meningkatkan daya mematikannya. Biasanya, masyarakat Dayak menggunakan bujak untuk berburu hewan di hutan.
Selain itu, bujak memiliki kait di ujungnya, yang dikenal sebagai serepang. Bagian ini sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menangkap ikan.
Masa Kini dan Pelestariannya
Senjata tradisional ini mewakili kekayaan budaya Indonesia, khususnya Kalimantan Timur. Pelestarian senjata ini menjadi tantangan di era modern. Festival budaya dan museum menjadi media utama pengenalan kembali senjata-senjata ini kepada generasi muda.
Dengan terus menampilkan dalam acara budaya, kebanggaan terhadap warisan ini tetap terjaga.