Cakkuriri merupakan upacara adat pengibaran bendera cakkuriri (bendera pusaka) yang awalnya dilakukan oleh Kerajaan Sendana, Desa Puttada, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
Cakkuriri adalah lambang kerajaan Sendana yang dibawa oleh pembawa ajaran Islam masuk di Sendana. Ritual Cakkuriri dipahami sebagai ungkapan pesan yang dinyatakan dalam bentuk lambang adat yang dituturkan secara lisan.
Cakkuriri biasanya dituturkan dalam rangka upacara adat Pemanna (ikrar kepatuhan), Patappariama (upacara adat penanaman), dan upacara adat makarraq nawang (upacara adat Paceklik) serta acara seremonial lainnya, misalnya perkawinan dan pesona Cakkuriri.
Upacara ini didahului oleh ritual memainkan beragam alat musik tredisional tampak, mulai dari kecapi, rebana, calong dan alat musik yang mirip suling, uniknya acara pembukaan ini dilakukan oleh ibu-ibu, dengan meletakkan dan membakar dupa sebelumnya.
Acara pertama didahului dengan Penyembelian hewan kerbau atau manggere’ terong. Ritual ini juga hampir ditemui dalam acara tradisi kuno yang ada di Mandar, seperti Massumaya yang dilakukan masyarakat adat di Mosso, salah satu rumah banua kaiyyang di kerajaan Balanipa. Penyembelian hewan berukuran besar menunjukkan skala meriah atau kebesaran acara yang akan dilaksanakan.
Upacara adat ini menghadirkan sebagian besar masyarakat yang ada wilayah Pappuangang di Sendana. Tetua-tetua adat akan melaksungkan acara tradisi ini dari kampng-kampung besar masa dahulu. Berbagai ritual tradisi dilakukan dalam upacara, setelah pengibaran bendera Cakkuriri yang kinijadi pusaka kerajaan Sendana.
Setelah acara pengibaran bendera Cakkuriri, rutial adat dilanjutkan dengan tradisi Todipoga. Acara terakhir ini akan ditutup dengan tarian khusus yang dibawahkan para penari anak dan remaja yang dirangkaikan dengan pertunjukan musik tradisional.
Upacara Cakkuriri adalah bentuk penghormatan dan penghargaan masyarakat kini yang masih terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat adat di kerajaan Sendana yang dipegang teguh para Pappuangang. Kelompok-kelompok inilah yang dahulu mengangkat lalu melantik raja di kerajaan Sendana.
Meski ritual ini dulunya hanya boleh dilaksanakan oleh Pappuangang dan Maraqdia, namun seiring bergantinya tahun dan zaman, kini pelaksanaannya juga melibatkan tokoh agama, budayawan, tokoh masyarakat, hingga warga masyarakat umum.
Pelaksanaan upacara ritual Cakkuriri dilakukan setiap 4 atau 5 tahun sekali karena alasan inilah hanya sedikit generasi muda yang mengetahui adanya ritual Cakkuriri.