Sekilas, nama “sayur besan” mungkin terdengar seperti sekadar nama masakan rumahan biasa. Namun bagi masyarakat Betawi, hidangan ini memiliki nilai simbolis yang sangat mendalam, terutama dalam konteks adat pernikahan.
Sayur besan bukanlah sekadar menu pelengkap di meja makan, melainkan merupakan sajian istimewa yang hadir dalam momen sakral ketika dua keluarga dipersatukan melalui ikatan pernikahan—yang dalam bahasa Betawi disebut besanan. Nama “sayur besan” pun merujuk langsung pada makna tersebut.
Ciri khas utama dari sayur besan adalah penggunaan bahan bernama terubuk, sejenis tanaman dari keluarga tebu-tebuan yang cukup langka dan tidak mudah ditemukan di pasar umum.
Terubuk memiliki bentuk yang unik—ketika bagian pucuknya dibuka, akan tampak butiran-butiran kecil menyerupai telur ikan yang tersusun dalam satu wadah. Di situlah letak filosofi kuliner ini: butiran dalam satu kumpulan tersebut melambangkan persatuan, kebersamaan, dan kerukunan yang diharapkan terjadi antara dua keluarga yang dipersatukan dalam pernikahan.
Dengan kata lain, terubuk menjadi simbol harapan agar hubungan antarkeluarga tetap harmonis dan saling mendukung. Selain terubuk, bahan-bahan utama lain dalam sayur besan antara lain kentang, sohun (soun), petai, dan ebi. Perpaduan bahan-bahan ini menciptakan tekstur yang beragam—ada renyahnya, ada lembutnya, dan ada rasa khas yang tajam dari ebi serta petai.
Tak hanya itu, sebagian variasi dari sayur besan juga menambahkan sayuran seperti wortel, buncis, kacang panjang, hingga labu siam, menjadikannya tidak hanya lezat namun juga kaya nutrisi.
Lihat postingan ini di Instagram
Dalam pengolahannya, sayur besan menggunakan bumbu-bumbu tradisional yang sederhana namun kuat rasa, seperti bawang merah, bawang putih, cabai, terasi, dan santan kelapa.
Santan memberikan kekayaan rasa yang gurih dan bertekstur creamy, sementara terasi dan ebi memperkuat aroma khas Betawi yang menggugah selera. Cita rasa yang dihasilkan begitu kaya namun tetap bersahaja, mencerminkan karakter masyarakat Betawi yang hangat, terbuka, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan.
Meski sayur ini kini mulai jarang ditemukan di warung makan biasa atau dalam keseharian masyarakat urban Jakarta, keberadaannya tetap lestari dalam momen-momen adat dan budaya tertentu. Beberapa komunitas Betawi bahkan terus berupaya memperkenalkan kembali hidangan ini melalui festival kuliner atau pelatihan masak berbasis budaya.
Sayur besan bukan sekadar makanan, tetapi sebuah simbol pengikat, pengantar doa, dan representasi harapan akan kehidupan keluarga yang damai dan sejahtera. Dalam setiap sendoknya, tersimpan cerita tentang adat, keluarga, dan budaya Betawi yang begitu kaya dan penuh makna.