Tetesan Nira dan Manisnya Hidup

Seperti dugaanku, jika hujan pertama jatuh dibulan Oktober, ia masih akan berinai-rinai sampai Maret tahun berikutnya. Dan hari itu rinainya pudar menjelang pukul lima pagi bersama redupnya  alunan azan subuh. Setelah itu matahari kembali merekah.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Pagi itu, Ambu (56) telah kembali dari masjid. Ambu memang dipercaya sebagai imam masjid di dusun Tabaro-baroe, desa Gandang Batu, Kecamatan Larompong, Sulsel. Aktifitasnya tak jauh dari memimpin salat, merawat masjid dan mengajar anak-anak kampung mengaji.

Pagi hari adalah waktu paling sibuk baginya. Sehabis memimpin salat subuh, Ambu akan bergegas menuju kebun miliknya. Jaraknya kira-kira 300 meter dari rumah. Disana, Ia membangun gubuk sederhana 2×2 meter.

Di sekitar gubuk, jagung tumbuh dengan suburnya. Kadang Ambu membakar jagung muda sebagai pengganjal perut sebelum sarapan. Jagung-jagung itu, ia tanam untuk dijadikan makanan ratusan ayam kampung peliharaannya.

- Advertisement -

musium
Air nira dihasilkan dari pohon aren atau enau. Masyarakat disana menyebutnya pohon enduk.

Aneka tanaman sayur seperti kacang panjang, cabe, tomat hingga cabe juga tak kalah terawatnya. Hidup di desa memang segala sesuatunya bisa didapat tanpa harus dibeli. Asalkan kita mau menanamnya.

Dan dari gubuk itu, Ambu memulai aktivitas utamanya di pagi hari, membuat gula aren. Di bawah rimbunnya pohon rambutan dengan telaten ia menyiapkan setiap tahap pengolahan gula.

“Semua prosesnya tidak boleh bertukaran,” katanya. Ambu sebagai kepala keluarga yang pantang menyerah hapal betul proses pembuatan gula Aren. Kemampuan itu ia warisi dari orang tuanya. Suatu keahlian yang tak akan dimakan waktu.

- Advertisement -
musium
Nira akan disadap12 jam lamanya, pada pagi dan sore hari. Kegiatan yang dilakukan oleh Ambu oleh masyarakat sekita disebut Passari.

Mengolah gula aren memang gampang-gampang susah. Bila tak ahli, pohon aren tak akan menghasilkan nira. Banyak tidaknya tetesan nira (manyang-bahasa setempat untuk sebutan air nira) sangat tergantung cara memperlakukan pohon aren sebelum buah bunga (kaso) tempat keluarnya air aren dipotong.

Ada dua jenis bunga/buah pohon aren. Jenis yang satu adalah buah yang biasa dibuat kolang kaling dan sangat gatal. yang satunya lagi bentuknya seperti buahnya seperti kapsul, bagian inilah yang mengeluarkan tetesan nira.

Kata Ambu untuk menghasilkan nira yang manis dan berkualitas, pohon aren/enao harus diperlakukan dengan baik. Satu bulan sebelum memotong bunga pohon aren yang mengeluarkan nira, batang pohon itu  harus ditumbuk-tumbuk menggunakan balok berbentuk pukulan baseball sekali sehari.

- Advertisement -

 

air nira
Air nira keluar dari bagian yang disebut kaso.

Tujuannya untuk membuka pori-pori aliran nira nanti. Makin baik perlakuan ke pohon, kemungkinan untuk menghasilkan nira yang berkualitas makin besar.  Rasa manis nira juga sangat ditentukan disini. Bila salah memperhitungkan, air niranya tidak akan keluar. Ambu punya hitung-hitungannya sendiri. Ia tahu betul kapan pohon nira siap disadap.

Berdasarkan mitosnya, ada beberapa persyaratan yang harus dipatuhi agar bisa mendapatkan air nira seperti, tidak boleh menggunakan baju yang bagus saat berada di pohon sumber niranya, tidak boleh gonta-ganti orang untuk memanjat pohon sumber nira, tidak bisa mengucapkan kata-kata kotor saat mengambil air nira, dan lain-lain.

nira
Hasil sadapan akan di saring agar bersih dari seranggah.

Untuk mendapatkan rasa yang sempurna, sesaat air nira (air yang belum jadi tuak) disadap, dibutuhkan ketelitian untuk mencampur air nira dengan buli (campuran kulit kayu nangka dan bubuk kapur) agar air nira tersebut difermentasikan. Air nira harus manis untuk menghasilkan gula merah.

Satu pohon aren biasanya akan menghasilkan dua liter nira, tergantung pohonnya. Pohon yang lebih subur tentu akan menghasilkan lebih banyak daripada pohon yang kurus. “Lihat saja ijuk di batangnya, pohon yang subur itu bisa kau lihat dari ijuknya yang hampir menutupi semua batang,” kata Ambu.

Ada tiga pohon yang sedang menghasilkan nira. Letaknya berdekatan. Setiap pohon memiliki tinggi hingga 10 meter. Dengan membawa wadah yang telah diisi cairan fermentasi,  Ambu mengganti wadah yang telah berisi nira dengan wadah baru.

Mengikatnya lalu menurunkannya dengan tali. Semut, lebah dan keluarga serangga lainnya tampak mengambang dipermukaan. Tanda bila nira amatlah manis.

nira
Nira akan dimasak berjam-jam lamanya.

“Bagian ini (kaso) harus dipotong karena sudah mulai kering, kira-kira setengah centimeter sampai tetesan nira mengalir tanpa hambatan,” kata Ambu.

Tetesan nira menetes pelan keluar dari bagian yang berbentuk belalai gajah itu. Bila bagian itu habis, air nira pun akan berhenti mengalir.

Membuat Gula Merah

Nira hasil penyadapan hari itu sekitar 5 liter. Semuanya dituangkan dalam kuali besar. Pagi itu dengan Bermandi kicau ria, ambu menyalakan api. Kayu bakar yang dikumpulkan dari kebun sekitar menghasilkan panas yang sempurna. Nira akan dipanaskan berjam-jam lamanya. Kira-kira hingga sore tiba. Tergantung besarnya nyala api.

nira
Setengah matang. Pada tahap ini, air nira yang tadi putih berubah kental dan manis sekali.

Ambu akan meninggalkan aktivitasnya pagi itu setelah api menyala. Ia hanya akan sekali-kali mengontrol agar api tetap menyalah.

Menjelang sore, air nira pagi tadi telah berubah merah kecoklatan. Pertanda matang. Air nira dikatakan siap jadi gula merah bila warnanya telah berubah merah kecoklatan. Saat itu, harus ditaburi kemiri biar gula dapat memadat sempurna.

Setelah dinilai cukup, proses pendinginan pun dimulai. Caranya sangat unik. Yaitu dengan memutar-mutar sebuah tongkat kayu ukuran 30 cm di bagian pinggir kuali. Proses ini dilakukan hingga gula aren dingin dan kental.

musium
Proses pendingian yang sangat unik. Tongkat kayu akan diputar-putar pada bibir kualai/wajan hingga gula jadi cukup dingin.

Sebelum padat, gula aren akan dituangkan dalam bejana khusus yang panjangnya sekitar 1 meter. Di atas bejana itu terdapat pembatas (partisi) yang membagi gula dalam ukuran tertentu. Ada yang berbentuk balok (lebih kecil) ada pula yang kubus (lebih lebar).

Rasanya manis sekali. Kata Ambu, satu gula merah yang berbentuk kubus akan dijual dengan harga Rp 15.000 per buahnya. Seharinya pohon arena Ambu menghasilkan sekitar 6 buah gula ukuran itu. Ia akan menjualnya di pasar pada hari Selasa atau Jumat. Hasilnya cukup untuk membeli ikan katanya.

Ambu seorang petani yang tak bisa tenang tinggal di rumah. Usianya yang tak lagi muda tak membuat dirinya  duduk diam untuk menikmati masa senja. Ya, pantatnya akan gatal bila tidak mengunjugi kebun miliknya.

musium
Gula aren pun siap dijual.

Mulai dari mengurus ayam ternaknya, kolam lelehnya, sarang walet hingga kebun cengkeh miliknya. Yah, manisnya hidup tak perlu dicari, cukup jalani apapun yang kamu sukai dengan sepenuh hati lalu mensyukuri setiap apa yang tuhan berikan.

Baca Juga :  Kambira Baby Graves, Pemakanam Primitif Khusus Bayi Suku-suku Toraja
- Advertisement -