Taman Nasional Baluran, Afrika van Java

Musim kemarau adalah waktu terbaik bagi mereka yang ingin menyaksikan sabana terbuka dan satwa liar dengan lebih mudah.

Nagekeo yang Tak Banyak Orang Tahu, Temukan di Edisi Spesial Ini!

Temukan kekayaan budaya, adat istiadat, sejarah, wisata, dan kuliner khas Nagekeo melalui Majalah Digital Dimensi Indonesia. Dikemas secara menarik dengan pendekatan ilmiah yang ringan.
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia! Selengkapnya
X

Di utara Banyuwangi, membentang sebuah padang luas yang mengesankan siapa pun yang pertama kali menapakkan kaki di sana. Taman Nasional Baluran, terletak di wilayah Situbondo, adalah tempat di mana sabana kering dan langit biru menciptakan panorama yang seolah membawa pengunjung ke benua lain.

Banyak yang menyebutnya sebagai “Afrika van Java”—julukan yang terasa pas ketika kita menyaksikan kawanan satwa melintas bebas di tengah bentangan rumput ilalang.

Baluran bukan sekadar kawasan konservasi. Ia adalah surga bagi para pengamat alam, fotografer, dan pencinta petualangan. Ditunjuk sebagai suaka margasatwa sejak 1962 dan diresmikan sebagai taman nasional pada tahun 1980, kawasan seluas 25.000 hektar ini menyimpan keanekaragaman flora dan fauna yang luar biasa.

- Advertisement -

Banteng jawa menjadi ikon dan simbol taman ini, namun ia bukan satu-satunya penghuni. Di dalam rimba dan sabananya, terdapat rusa, kerbau liar, kancil, kijang, kucing bakau, macan tutul, hingga burung merak dan ayam hutan merah. Tidak kurang dari 444 jenis tumbuhan dan 26 jenis mamalia hidup berdampingan di dalamnya.

Taman Nasional Baluran

Meskipun sempat dilanda kebakaran hebat pada Juli 2018, yang diduga disebabkan oleh musim kemarau dan puntung rokok yang dibuang sembarangan, Baluran tetap bertahan. Lanskapnya yang terdiri dari sabana, hutan mangrove, hutan musim, tropis, rawa, pantai, hingga hutan pegunungan bawah, menjadikannya salah satu taman nasional paling beragam di Jawa. Gunung Baluran yang menjulang di tengah kawasan ini menjadi sumber nama dan identitas taman nasional ini.

- Advertisement -

Salah satu titik yang paling sering dikunjungi adalah Pos Bekol. Di sinilah pengunjung bisa menyaksikan kehidupan liar secara langsung, dari banteng yang berkeliaran hingga burung-burung eksotik yang bebas terbang.

Baca Juga :  Pantai Bawana, Gerbang Senja di Ujung Barat Sumba

Sebuah papan dengan kerangka kepala banteng dan kerbau liar yang digantung menjadi penanda khas area ini—mengingatkan bahwa kita sedang berada di wilayah satwa yang benar-benar hidup. Sementara itu, di Pos Bama, pantai dan lautnya menunggu untuk dijelajahi. Travelers bisa berenang, menyelam, atau snorkeling di air yang jernih sembari menikmati keheningan alam yang jarang terganggu.

Taman Nasional Baluran

- Advertisement -

Bagi pecinta olahraga ekstrem, Pos Curah Tangis menawarkan tebing-tebing menjulang setinggi 10 hingga 30 meter dengan kemiringan mencapai 85 derajat. Tempat ini menjadi lokasi favorit untuk panjat tebing di tengah suasana alam liar yang masih perawan. Selain itu, terdapat pula Gua Jepang, Evergreen Forest, Lempuyang, Dermaga, Candi Bang, dan Teluk Air Tawar yang bisa dijelajahi sesuai minat dan waktu yang tersedia.

Musim kemarau adalah waktu terbaik bagi mereka yang ingin menyaksikan sabana terbuka dan satwa liar dengan lebih mudah. Sementara pada musim hujan, Baluran menampilkan wajah berbeda—lebih hijau, lebih berbunga, namun tetap memikat. Tak ada waktu yang benar-benar salah untuk datang ke Baluran. Setiap musim menghadirkan pesonanya sendiri.

Perjalanan menuju Baluran memang butuh sedikit usaha. Dari Banyuwangi, dibutuhkan waktu sekitar 1 hingga 1,5 jam melalui jalur ke Batangan dan dilanjutkan ke arah Bekol. Jalur ini kemudian membawa pengunjung hingga ke pintu masuk taman. Bagi yang mengandalkan transportasi umum, bisa menggunakan bus menuju Probolinggo lalu lanjut ke Pelabuhan Ketapang sebelum turun di pintu masuk taman nasional.

Sesampainya di Baluran, semuanya seolah terbayar lunas. Sebuah menara pandang berdiri di salah satu sudut, mengajak siapa pun untuk melihat lanskap luas yang dihuni satwa liar yang berkeliaran bebas.

Menjelang matahari tenggelam, gerombolan rusa, kijang, dan kerbau liar tampak berjalan pulang, siluet mereka membentuk pemandangan epik berlatar cahaya senja. Momen itu—sunyi, agung, dan liar—mengingatkan kita bahwa masih ada tempat di dunia ini di mana alam memegang kendali sepenuhnya, dan manusia hanyalah tamu yang diizinkan untuk menyaksikan keajaiban.

Baca Juga :  Asal Usul Telaga Nilam, Miliki Air Sebening Kaca