Suku Dani Dan Tradisi Potong Jari Di Papua

Suku Dani menempati satu wilayah di Lembah Balliem di pegunungan Jayawijaya, Papua. Mereka dikenal sebagai petani yang terampil dan telah menggunakan alat/perkakas sejak ratusan tahun lalu. Suku ini ditemukan pertama kali oleh seorang penyidik dari Amerika Serikat pada 1935.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Bagi masyarakat Suku Dani, jari yang terpotong adalah ungkapan rasa sedih karena kehilangan anggota keluarga. Selain mengungkapkan kesedihan yang mendalam, mereka juga meyakini tradisi memotong jari sebagai maksud untuk mencegah kembalinya malapetaka di tengah keluarga yang berduka.

Meskipun prosesi pemotongan jari dilakukan dengan berbagai cara yang ekstrem, mulai dari menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak, atau parang. Lalu, ada yang menggunakan benang dari serat akar-akaran, kemudian digesek-gesekan pada jari tangan hingga putus. Bahkan, sampai ada yang langsung menggigit ruas jari tangan.

Namun faktanya, para perempuan yang menjalani tradisi tidak merasa menyesal sedikit pun kehilangan jari tangannya. Hal ini karena para ibu atau wanita tertua Suku Dani punya pandangan keluarga adalah segala-galanya dan menjadi pokok kehidupan.

- Advertisement -

Sehingga, rasa sakit memotong jari tidak sebanding dengan sakitnya hati kehilangan anggota keluarganya.

Tradisi potong jari Suku Dani : archipelagos.id

Bagi masyarakat Suku Dani, alasan memilih memotong jari karena bagian tersebut melambangkan kerukunan, kesatuan, dan kekuatan dalam diri manusia. Bagi mereka, jari diibaratkan sebagai anggota keluarga yang jika salah satunya hilang maka akan ada yang kurang.

Kehilangan salah satu ruas jari saja bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan bekerja. Jadi, jika salah satu anggota keluarga meninggal maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan.

- Advertisement -

Selain tradisi pemotongan jari oleh kaum perempuan, kearifan lokal nenek moyang yang diwariskan lainnya adalah prosesi mengiris daun telinga pada laki-laki atau disebut dengan nasu paleg. Sama seperti tradisi sebelumnya, hasil akhir dari bentuk daun telinga yang tak sempurna menjadi simbol rasa sedih karena kehilangan anggota keluarga yang meninggal dunia.

Pengaruh agama telah mulai berkembang di sekitar Lembah Baliem Pegunungan Jayawijaya. Seperti masuknya Agama Islam dan Kristen ke wilayah tersebut. Sehingga, kedua tradisi tersebut pun perlahan-lahan ditinggalkan.

Baca Juga :  Tradisi Perang Timbung, Nilai dan Asal Usulnya
Foto : Int

Keberlangsung tradisi potong jari dan tradisi ekstrem lainnya saat ini sudah mulai banyak ditinggalkan. Beberapa sumber mengatakan, bahwa pengaruh agama telah mulai berkembang di sekitar Lembah Baliem Pegunungan Jayawijaya.

- Advertisement -

Seperti masuknya Agama Islam dan Kristen ke wilayah tersebut, serta banyaknya masyarakat yang memeluk agama. Sehingga, kedua tradisi tersebut pun perlahan-lahan ditinggalkan.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Jayawijaya juga telah melarang tradisi potong jari dan mengiris kulit daun telinga pada masyarakat Suku Dani, karena termasuk ke dalam kategori kejahatan mutilasi.

Walaupun demikian, masih ada sebagian kecil masyarakat Suku Dani yang masih melakukan tradisi iki paleg dan nasu paleg, terutama para orang tua yang masih kuat memegang tradisi para leluhurnya.

- Advertisement -