Siapa yang Menciftakan Kapal Pinisi?

Meskipun termasuk kapal tradisional, kapal Pinisi memiliki tampilan yang megah. Kemegahan kapal ini terlihat dari ciri khas dua tiang utama serta tujuh layar, dengan tiga layar terletak di bagian depan, dua di bagian tengah, dan dua di bagian belakang. Untuk lebih lengkapnya, simak video ini.

Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia! Selengkapnya
X

Kapal Pinisi merupakan kapal tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan. Kapal ini adalah kapal legendaris yang digunakan oleh masyarakat suku Bugis dalam mengarungi lautan Nusantara hingga ke berbagai belahan dunia. Suku Bugis sejak dahulu dikenal sebagai suku yang memiliki keterampilan dalam pelayaran, sehingga tidak heran jika masyarakat suku Bugis memiliki keahlian dalam dunia pelayaran.

Sebelum membahas lebih jauh tentang kapal Pinisi, ada baiknya kita meluruskan beberapa kesalahpahaman umum yang sering muncul, terutama di media dan internet. Kesalahpahaman utama yang sering kita temui adalah anggapan bahwa Pinisi adalah jenis kapal. Padahal, faktanya, Pinisi merujuk pada sistem layar atau rigging.

Seperti yang dikutip dari laman pinisi.org, istilah Pinisi secara harfiah merujuk pada jenis sistem layar, tiang-tiang layar, dan konfigurasi tali pada kapal layar Indonesia. Sebuah Pinisi membawa tujuh hingga delapan layar dengan dua tiang yang diatur seperti gaff-ketch, dengan apa yang disebut standing gaffs. Oleh karena itu, kata Pinisi hanya merujuk pada jenis sistem layar dan tidak merujuk pada bentuk lambung kapal yang menggunakannya.

- Advertisement -

Pada dasarnya, ada beberapa jenis kapal yang menggunakan sistem layar Pinisi, namun umumnya ada dua jenis kapal yang memakai sistem layar ini, yaitu kapal jenis Palari dan Lambo (atau Lamba). Dalam sejarahnya, kapal Pinisi telah digunakan selama berabad-abad sebagai alat transportasi dan perdagangan di Nusantara, terutama untuk perdagangan rempah-rempah, hasil bumi, dan barang-barang lain di antara pulau-pulau di Nusantara dan bahkan hingga Asia Tenggara.

Kapal ini sangat cocok untuk mengarungi laut Indonesia yang memiliki ombak tinggi dan angin yang kuat. Hingga saat ini, beberapa Pinisi masih digunakan untuk berlayar, terutama di daerah-daerah terpencil. Selain itu, kapal ini juga sering digunakan untuk pariwisata.

Baca Juga :  Suku Asmat dan Legenda Titisan Dewa Fumeripitsy

Pinisi mewakili keahlian pembuatan kapal tradisional yang diwariskan secara turun-temurun oleh para pembuat kapal. Pada tahun 2017, pembuatan kapal Pinisi diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Pengakuan ini menegaskan pentingnya tradisi pembuatan kapal ini bagi identitas budaya Indonesia serta apresiasi terhadap keahlian dan pengetahuan yang telah diturunkan selama berabad-abad.

- Advertisement -

Kapal Finishi

Sebuah kapal dengan sistem layar Pinisi memiliki tujuh hingga delapan layar pada dua tiang yang diatur mirip dengan sekunar-keci. Sekunar atau schooner sendiri adalah jenis kapal layar yang memiliki dua atau lebih tiang, dengan tiang bagian depan biasanya sedikit lebih pendek dari tiang utama. Disebut sekunar karena semua layarnya berada di depan dan belakang, berbaris di sepanjang garis tengah lambung pada dua tiang.

Kapal ini disebut keci karena tiang di buritan kapal sedikit lebih pendek dibandingkan dengan tiang di haluan. Layar besar atau layar agung Pinisi memiliki bentuk yang berbeda dari sistem layar gaff gaya Barat karena mereka sering tidak memiliki bom dan layarnya tidak diturunkan dengan gaff.

- Advertisement -

Sebaliknya, layar tersebut digulung menuju tiang seperti tirai, sehingga memungkinkan gap-nya untuk digunakan sebagai derek geladak di pelabuhan. Secara umum, ada dua jenis kapal yang menggunakan sistem layar Pinisi: yang pertama adalah jenis Palari, yaitu jenis Pinisi yang lebih tua dengan buritan dan lunas melengkung, biasanya berukuran lebih kecil daripada Lambo dan menggunakan dua kemudi seperempat yang dipasang di sisi buritan.

Versi bermotor biasanya memiliki kemudi mekanis tunggal di belakang baling-balingnya, namun sebagian besar kapal bermotor lebih menyukai lambung jenis Lambo. Kapal layar Pinisi yang asli memiliki panjang sekitar 15-21 meter secara keseluruhan, dengan garis air bermuatan ringan sepanjang 10-13 meter, sementara Pinisi yang lebih kecil hanya memiliki panjang sekitar 10 meter.

Baca Juga :  Asal Usul Jong Jawa, Kapal Terbesar dalam Sejarah Maritim Nusantara

Jenis kedua adalah Lambo atau Lamba, yang memiliki badan panjang dan ramping serta buritan lurus. Jenis Pinisi ini masih ada hingga saat ini, dan dalam versi bermotornya menggunakan kemudi aksial mekanis tunggal, meskipun beberapa kapal mempertahankan kemudi seperempat untuk tujuan estetika.

Pada tahun 2011, sebuah perahu layar bermotor bersistem layar Pinisi besar telah selesai dibangun di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Kapal ini memiliki panjang 50 meter dan lebar 9 meter dengan kapasitas sekitar 500 ton. Kapal bertiang Pinisi sebagian besar dibuat oleh masyarakat berbahasa Konjo di Desa Ara, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Kapal ini banyak digunakan oleh pelaut Bugis dan Makassar sebagai kapal kargo pada tahun-tahun sebelum akhirnya transportasi bertenaga angin menghilang akibat motorisasi armada dagang tradisional Indonesia pada tahun 1970-an hingga 1980-an. Kapal yang menggunakan tiang Pinisi merupakan kapal layar terbesar di Indonesia pada masa itu.

- Advertisement -