Sejarah Masjid Kuno Gunung Pujut, Peninggalan Abad ke-17

Pulau Lombok terkenal dengan sebutan pulau Seribu Masjid. Pulau ini sangat cocok untuk melakukan wisata religi.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Bangunan masjid kuno tersebut terletak di sebuah bukit yang disebut Gunung Pujut di desa Sengkol, kecamatan Pujut, kabupaten Lombok Tengah. Masjid Gunung Pujut memiliki ukuran 8,6 x 8,6 meter dan terbuat dari bambu, sedangkan atapnya menggunakan alang-alang. Lalu bagaimana Sejarah Masjid Kuno Gunung Pujut?

Terdapat empat buah tiang penyangga utama, yang disebut saka guru, serta ditopang oleh 28 buah tiang keliling yang juga berfungsi sebagai tempat melekatnya dinding yang terbuat dari bambu.

Sejarah masjid Kuno Gunung Pujut tersirat pada bagunan yang kaya makna-makna di setiap bagiannya. Bangunan tersebut memiliki luas 9 meter, mengingatkan kita kepada kesembilan Wali, dengan bertiang agung 4. Bilangan 4 merepresentasikan umat yang menjalankan 4 perkara, yaitu syareat, tarekat, hakekat, dan ma’rifat, serta konsep sabar, syukur, ridho, dan tawakal.

- Advertisement -

Ukuran 20 mengingatkan kepada Zat Allah (sifat-sifatnya). Pondasi bersudut 4, memberi makna mengingatkan kita kepada 4 anasir: api, air, angin, dan tanah. Bangunannya tegak menjulang, dengan atapnya hampir menyentuh tanah, yang mengandung makna bahwa setiap orang hendak melakukan shalat haruslah merendahkan diri menyembah Tuhan yang tinggi.

Masjid Kuno Gunung Pujut juga memiliki bagian-bagian seperti kepala, badan, dan kaki (pondasi). Bagian kepala masjid memiliki makna dan sejarah sebagai kekuasaan dan juga sebagai alat dan berangkat dari akal dan pikiran.

Badan masjid memiliki makna sebagai penerima sesuatu yang merupakan kekuasaan, sementara pondasi merupakan penguat sehingga keimanan dan ketakwaan umat Islam menjadi kokoh.

- Advertisement -

Kompleks bangunan masjid Pujut, termasuk pedewa sebagai sarana kegiatan ritual bagi penganut ajaran Wetu Telu, secara formal telah tidak ada lagi karena aktivitas ritualnya telah berhenti. Sehingga, pedewa tersebut tidak lagi difungsikan dan diklasifikasikan sebagai monumen mati yang disebut Dead Monument.

Bangunan Masjid atau Pedewa yang dibangun di atas perbukitan memiliki nilai sakral yang berakar pada tradisi zaman prasejarah, yang kemudian mewarisi pengaruh dari zaman Hindu dan Islam.

Baca Juga :  Cerita Legenda Goa Mampu, Liang Pitu Lapie yang Terkutuk

Masjid tersebut difungsikan oleh sekelompok penganut Islam Wetu Telu. Upacara-upacara yang terkait dengan penghormatan terhadap roh nenek moyang, seperti “nyelamat desa” dan “nyaur sesangi”, diselenggarakan di pedewa dengan dipimpin oleh pemangku.

- Advertisement -
Masjid Kuno Pujut
Masjid Kuno Pujut

Pemangku dipercaya sebagai medium penghubung antara manusia dengan roh nenek moyang dan memimpin upacara terkait hal tersebut. Mereka mengucapkan mantera-mantera, menyebut nama-nama roh yang diminta pertolongan, serta menyebut nama dewa-dewa yang dikenal dalam agama Hindu seperti Batara Wisnu dan Batara Guru.

Sementara itu, upacara yang berhubungan dengan agama Islam biasanya dilakukan di masjid dan dipimpin oleh seorang Kyai. Dengan demikian, dari sudut pandang ajarannya, Wetu Telu dapat dianggap sebagai perpaduan antara sistem kepercayaan animisme, dinamisme, Hindu, dan Islam.

Adanya sinkretisme ini tercermin dalam tradisi masyarakat Pujut tentang asal-usul nenek moyang mereka yang diyakini berasal dari Majapahit, khususnya dari Mas Mulia. Menurut cerita yang beredar di Pujut, Mas Mulia menikahi Putri Dewa Agung Putu Alit di Klungkung, Bali, yang bernama Dewi Mas Ayu Supraba.

Setelah itu, Mas Mulia bersama dengan 17 keluarga lainnya berangkat menuju Lombok dan menetap di Pujut. Mereka adalah cikal bakal penduduk asli desa Pujut seperti yang ada sekarang.

Masjid Pujut dianggap sebagai prototipe masjid kuno di Lombok. Bentuk masjid seperti ini diyakini berasal dari masa awal penyebaran agama Islam di Lombok, yang diperkirakan terjadi pada awal abad ke-17 Masehi. Sejarah Masjid Kuno Pujut juga mengambarkan masuknya agama di Lombok.

- Advertisement -