Makam ini terletak di sebuah kampung yang dikenal sebagai Peresak, di desa Selaparang, kecamatan Pringgabaya, kabupaten Lombok Timur. Jaraknya sekitar 4 kilometer di sebelah barat laut dari ibu kota kecamatan Pringgabaya. Dari Mataram, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, berjarak sekitar 60 kilometer dan dapat dijangkau dengan berbagai jenis kendaraan, termasuk bus.
Makam Selaparang merupakan salah satu monumen peninggalan sejarah dan purbakala. Ketika ditemukan dan dicatat, makam ini telah tidak lagi digunakan sesuai dengan fungsinya semula sebagai tempat pemakaman. Oleh karena itu, makam Selaparang diklasifikasikan sebagai “dead monument“, yang merujuk pada monumen yang tidak lagi aktif atau berfungsi dalam konteks asalnya.
Makam Selaparang memiliki fungsi sosial yang penting sebagai tempat berziarah. Dikenal juga dengan sebutan makam keramat raja Selaparang, tempat ini menjadi tujuan banyak peziarah, terutama menjelang musim keberangkatan jamaah haji ke Mekah.
Banyak yang mengunjungi makam ini untuk berziarah sebelum melakukan perjalanan haji. Tradisi ini masih berlanjut hingga saat ini, menunjukkan pentingnya tempat tersebut dalam kehidupan sosial dan keagamaan masyarakat setempat.
Selaparang adalah sebuah kerajaan yang terkenal baik di Lombok maupun di luar pulau tersebut. Meskipun sudah lama berlalu, namanya tetap lestari hingga saat ini sebagai nama sebuah desa tempat makam Selaparang berada.
Masyarakat suku Sasak di Lombok sangat yakin bahwa makam kuno Selaparang adalah tempat di mana raja-raja Selaparang yang beragama Islam dimakamkan. Kerajaan Selaparang ini dianggap sebagai kerajaan Islam tertua di Lombok.
Di desa Selaparang, terdapat dua pemakaman kuno yang terkenal, yaitu Makam Keramat Selaparang dan Makam Tanjung. Kedua pemakaman ini diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhir para raja Selaparang.
Namun, belum ada catatan tertulis yang dapat memastikan secara pasti siapa nama-nama tokoh yang dimakamkan di sana. Meskipun begitu, dilihat dari bentuk makam dan batu nisannya, kemungkinan besar orang yang dimakamkan di sana adalah tokoh-tokoh berpengaruh pada masa itu, seperti seorang raja atau tokoh penyiar agama.
Persekutuan masyarakat hukum yang tertinggi di Lombok telah ada sejak tahun 1543 M. Hal ini didasarkan pada sejumlah lontar yang mencatat pembagian pulau Lombok menjadi beberapa daerah kecil yang diperintahkan oleh seorang datu, seperti Sokong, Bayan, Selaparang, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dianggap bahwa nama Selaparang sudah muncul pada pertengahan abad ke-16 M.
Babad Lombok mencatat bahwa ajaran agama Islam masuk ke Lombok dibawa oleh Sunan Prapen, putra Sunan Ratu Giri, pada saat yang sama dengan pengiriman Datoq Bandan (Datuq Ri Bandan) ke Makassar dan Selayar untuk menyebarkan agama Islam. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Sunan Dalem atau pada masa pemerintahan Batu Renggong dari Kerajaan Gelgel.
Inskripsi dalam huruf Arab dan peralihan huruf Jawa kuno ke huruf Bali pada batu nisan di kompleks Makam Keramat Selaparang tersebut mungkin berisi informasi penting tentang tokoh yang dimakamkan atau pesan keagamaan. Namun, tanpa akses langsung ke batu nisan tersebut atau deskripsi lebih lanjut, sulit untuk memberikan detail lebih lanjut tentang isi inskripsi tersebut.
- Baris Kesatu : la ilaha ilallah
- Baris Kedua : wa muhammadun rasul
- Baris Ketiga : ulla (dan) maesan
- Baris Keempat : gagawean
- Baris kelima : parayuga
Penafsiran tentang inskripsi tersebut sebagai candra sengkala yang mencerminkan tahun 1142 Hijriah atau 1729 M menarik untuk dipertimbangkan. Namun, interpretasi tersebut tidak selalu dapat dianggap sebagai kepastian mutlak.
Karena batu nisan tersebut dipercaya sebagai makam Ki Gading atau Penghulu Gading, yang merupakan seorang tokoh penyebar agama, ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat beberapa kompleksitas dalam mengaitkan tahun yang tercantum dengan identitas pasti orang yang dimakamkan di sana.
Selain itu, seperti yang disebutkan, makam-makam dalam kompleks tersebut mungkin berasal dari berbagai periode waktu yang berbeda, sehingga usia sebenarnya dari makam-makam tersebut tidak hanya bergantung pada tahun yang tertera pada inskripsi. Oleh karena itu, interpretasi tentang usia makam tersebut harus mempertimbangkan lebih dari sekadar angka tahun yang terukir pada batu nisan.
Pemahaman tentang tipologi dan bentuk batu nisan di kompleks pemakaman Selaparang yang menyerupai batu nisan yang ditemukan di Aceh, Banten, dan Madura dapat memberikan petunjuk yang berharga dalam menetapkan usia dan keaslian peninggalan tersebut.
Jika bentuk dan karakteristik batu nisan tersebut konsisten dengan gaya arsitektur dan seni ukir yang umum pada abad ke-16 dan ke-17 Masehi, ini dapat menunjukkan bahwa kompleks pemakaman Selaparang memang memiliki usia yang tua.
Namun demikian, penentuan usia sebenarnya dari peninggalan tersebut akan memerlukan penelitian lebih lanjut yang melibatkan analisis arkeologis, historis, dan bahkan ilmu-ilmu lain seperti paleografi untuk memperkirakan rentang waktu pembuatan batu nisan dan kompleks pemakaman Selaparang secara keseluruhan.
Selain itu, keterkaitan dengan konteks sejarah lokal juga penting untuk dipertimbangkan dalam menafsirkan umur dan nilai sejarah dari peninggalan tersebut.
Informasi tentang adanya kerajaan Selaparang Hindu yang didirikan oleh Ratu Mas Pahit, seorang keturunan Prabu Brawijaya dari Majapahit, memberikan gambaran tentang sejarah daerah tersebut sebelum masa Islamisasi. Keberadaan kerajaan Hindu ini menunjukkan bahwa Selaparang memiliki sejarah yang panjang dan beragam, dengan pengaruh budaya dan politik yang berkembang seiring waktu.
Pemberhentian kerajaan Hindu Selaparang oleh pasukan Majapahit di bawah pimpinan Senopati Nala menunjukkan dinamika politik dan konflik yang mungkin terjadi di wilayah tersebut pada masa lalu. Hal ini menggarisbawahi pentingnya konteks sejarah lokal dalam memahami perkembangan kerajaan dan peristiwa-peristiwa sejarah di daerah tersebut.
Namun demikian, informasi ini perlu diverifikasi lebih lanjut dengan sumber-sumber sejarah yang lebih lengkap dan akurat untuk memastikan kebenarannya. Selain itu, penelitian lanjutan mungkin diperlukan untuk mendalami peran dan dampak kerajaan Hindu Selaparang dalam sejarah wilayah tersebut.