Desa Penglipuran. Pesona yang ditawarkan oleh Bali seolah tak ada habisnya. Setiap lokasinya menyuguhkan daya tarik tersendiri yang mampu menyihir para wisatawan untuk kembali lagi. Mulai dari pantainya yang menenangkan, bentangan alamnya yang mengagumkan, pesona bawah lautnya yang spektakuler, keharmonisan masyarakatnya, hingga suguhan kulinernya yang menggoyang lidah.
Jika ada waktu cukup, cobalah datang dan menginap di desa wisata Penglipuran untuk menghirup udara segar di ketinggian 700 meter di atas permukaan laut.
Desa ini terletak di jalur wisata Kintamani, sekitar 5 kilometer dari Kota Bangli, dan 45 kilometer dari Kota Denpasar. Damai dan bersih, itulah kesan pertama ketika menginjaki kaki di Penglipuran. Bahkan, saking bersihnya, pengunjung tidak diperkenankan memarkir kendaraan di dalam area desa.
Suasana desa yang bersih dan jauh dari modernisasi menjadikan Penglipuran menjadi desa terbersih ke-3 dunia versi majalah internasional Boombastic, setelah Mawlynnong di India dan Giethoorn di Belanda.
Penghargaan tersebut membuat desa Penglipuran semakin dikenal luas, bukan hanya terkenal oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga dikenal hingga ke mancanegara. Bahkan diawal penetapan Penglipuran sebagai desa wisata, turis asinglah yang berbondong-bondong memadati Desa Penglipuran.
Tahun 1995, Penglipuran menjadi contoh pertama kali bentuk desa wisata di Indonesia. Desa Penglipuran juga pernah mendapat penghargaan Kalpataru. Kalpataru sendiri merupakan sebuah penghargaan yang diberikan atas jasanya untuk melestarikan dan menjaga lingkungan sekitar di Indonesia.
Konon, Desa Penglipuran sudah ada sejak zaman Kerajaan Bangli. Di mana para leluhur penduduk Desa Penglipuran datang dari Desa Bayung Gede, lalu menetap hingga saat ini. Menurut mitologi, Penglipuran berasal dari kata Pengeling Pura yang artinya adalah ‘mengingat leluhur’.
Sedangkan penafsiran lain kata Penglipuran berasal dari kata ‘pelipur lara’ dan ada pula yang mengatakan Penglipuran berasal dari kata ‘pangleng’ dan ‘pura’ yang berarti empat kuil yang berada di setiap titik dari kompas.
Arsitektur rumah-rumah yang ada di Penglipuran mirip satu sama lain, dengan ukuran yang sama persis, setiap rumah memiliki sebuah pintu gerbang yang disebut dengan ‘angkul-angkul’. Kurang lebih ada 985 jiwa dalam 234 kepala keluarga yang tersebar di desa wisata ini.
Keseluruhan luas desa wisata ini adalah 112 hektar yang sebagian besarnya merupakan hutan bambu, seluas 45 hektar. Hutan bambu tersebut dibiarkan tumbuh dan mengelilingi desa, menjadikannya sebagai kawasan resapan. Bambu yang dibiarkan tumbuh juga dinilai sebagai manifestasi masyarakat Penglipuran untuk terus menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.