Di balik kabut pagi yang menggantung di pegunungan Enrekang, Sulawesi Selatan, terbentang hamparan sawah hijau yang menanam salah satu harta alam paling langka di Nusantara — Pulu Mandoti.
Beras ketan beraroma kuat ini bukan sekadar bahan pangan; ia adalah bagian dari identitas masyarakat pegunungan yang hidup selaras dengan tanah, air, dan tradisi.
Aroma yang Hanya Lahir di Tanah Tertentu
Keajaiban Pulu Mandoti tak terletak pada tampilannya saja, tetapi pada aroma khasnya yang seolah menyimpan rahasia bumi Massenrempulu.
Menurut warga setempat, padi ini hanya bisa tumbuh di dua desa: Salukanan dan Kendenan, sekitar 65 kilometer dari pusat Kabupaten Enrekang. Menariknya, bahkan di Desa Salukanan sendiri, hanya tiga dusun dari empat yang mampu menumbuhkan Pulu Mandoti dengan wangi yang sempurna.
Rahasia di Balik Tanah dan Air Gunung
Sawah-sawah Pulu Mandoti terbentang di lahan sekitar 150 hektare, diapit oleh aliran air jernih yang bersumber langsung dari pegunungan. Petani di sini masih setia menggunakan cara tanam tradisional — tanpa pupuk kimia, tanpa mesin berat, hanya tangan, lumpur, dan doa yang diwariskan dari leluhur.
Para peneliti dari Universitas Hasanuddin hingga lembaga nasional pernah datang meneliti keunikan ini. Hasilnya jelas: kandungan tanah dan iklim mikro di wilayah ini tak bisa ditiru di tempat lain.
Mungkin karena itu, Pulu Mandoti kemudian mendapatkan sertifikat indikasi geografis dari Kemenkumham, menandai bahwa aroma khasnya memang tak bisa lepas dari tanah asalnya.
Dari Sawah Salukanan ke Meja Presiden
Konon, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Pulu Mandoti pernah menjadi beras langganan di Istana. Aromanya yang harum dan rasa lembutnya menjadikannya simbol kemewahan alami—bukan karena dibuat mahal, tapi karena tak tergantikan.
Kini, harga Pulu Mandoti bisa mencapai Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per liter, terutama menjelang bulan Ramadan.
Tak berlebihan jika banyak yang menyebutnya sebagai beras ketan termahal di dunia—lahir dari tanah yang suci, diolah dengan kesabaran, dan dijaga oleh masyarakat yang percaya bahwa aroma sejati hanya muncul dari ketulusan.
Menemukan Pulu Mandoti di Tanah Asalnya
Jika ingin melihat langsung bagaimana Pulu Mandoti tumbuh, pergilah ke Desa Salukanan saat musim tanam tiba. Kabut tipis yang menyelimuti lembah, alunan air dari pegunungan, dan wangi tanah basah akan menyambutmu.
Di sana, para petani bekerja tanpa tergesa, menanam padi dengan irama hidup yang berpadu antara tradisi dan keajaiban alam. Menikmati sepiring Pulu Mandoti di rumah penduduk—dihidangkan hangat bersama lauk sederhana—bukan hanya soal rasa, tapi perjalanan menyentuh jantung kearifan lokal Enrekang.


