Keberadaan pemerintahan Belanda di Rote mempengaruhi tatanan masyarakat yang ada sebelumnya, oleh inisiatif pemerintahan Belanda kala itu dibentuklah sebuah kerajaan-kerajaan mini di Rote berdasarkan Nusak-nusak yang ada.
Kebijakan pemerintah Belanda dengan politik divide et impera yang kemudian merubah tatanan kehidupan masyarakat Rote dari kesatuan adat menjadi kerajaan, merupakan sebuah siasat dari upaya pemerintahan Belanda dalam hal untuk mempermudah penguasaan dan pengaturan atas daerah jajahan maupun target jajahan.
Nusak yang sebelumnya merupakan sebuah kesatuan yang dibagi berdasarkan masyarakat seketurunan beralih menjadi kesatuan wilayah (teritorial). Berikut adalah sembilan belas Nusak-nusak yang terdapat di Rote; Nusak Delha, Nusak Thie, Nusak Oenala, Nusak Ndao, Nusak Dengka, Nusak Lelain, Nusak Ba’a, Nusak Lole, Nusak Termanu, Nusak Keka, Nusak Talae, Nusak Korbafo, Nusak Diu, Nusak Lelenuk, Nusak Bokai, Nusak Bilba, Nusak Ringgou, Nusak Oepao, dan Nusak Landu.
Pembentukan wilayah teritoril ini merupakan titik balik perubahan tatanan hidup masyarakat Rote menuju sebuah tatanan hidup yang lebih terbuka. Tatanan hidup yang sebelumnya bersifat tribal menjadi sebuah adat normatif yang semakin bervariasi dan bersifat kompleks. Kehidupan masyarakat yang bersifat tribal tersebut, yaitu masyarakat yang terbatas, kecil dan tertutup, berubah menjadi masyarakat etnik terbuka.
Masyarakat Rote tidak hanya terbagi berdasarkan Nusak yang ada melainkan juga terbagi oleh berbagai macam suku yang terdapat dalam setiap Nusak-nya, yang masing-masing dari Nusak tersebut memiliki klasifikasi tersendiri mengenai pembagian suku-sukunya. Seperti dalam Nusak Thie misalnya, yang terdiri dari dua puluh lima suku, dimana dari ke-dua puluh lima suku tersebut terbagi lagi atas dua kelompok suku besar yaitu suku Sabarai dan Teratu.
Adapun pembagian kelompok-kelompok masyarakat di Rote selain pembagian berdasarkan Nusak dan suku yang ada, terdapat juga pembagian kelompok masyarakat yang disebut dengan istilah Leo dan Teidalek. Leo adalah sekelompok masyarakat yang terdiri dari keluarga-keluarga batih yang lahir dari satu keturunan tertentu, sedangakan Teidalek atau juga yang dikenal dengan istilah Uma Isi adalah orang yang lahir dari satu kandungan.
Jauh sebelum masuknya agama Kristen di Rote, masyarakat Rote mengenal sebuah kepercayaan tradisional yang disebut Halaik atau Dinitiu. Baik Halaik maupun Dinitiu merupakan kepercayaan yang bersifat animisme dan dinamisme, yaitu sebuah kepercayaan tentang keberadaan penguasa tertinggi alam semesta yang disebut Lamatuak atau Lamatuan (Yang Maha Agung/ Kuasa).
Seiring dengan masuknya pengaruh agama Kristen di Rote, perlahan pemeluk kepercayaan ini mulai berkurang. Hal ini dikarenakan masyarakat Rote yang ada pada masa itu, secara bertahap mulai memeluk agama Kristen yang masuk bersamaan dengan ekspansi pemerintahan Belanda.
Pesatnya perkembangan agama Kristen di Rote tidak dapat dipisahkan dengan sosok Raja FoE Mbura, yang memiliki peran penting dalam membantu penyebaran agam Kristen di Rote.
FoE Mbura adalah anak dari Raja Thie yaitu Mbura Messa. Mbura Messa adalah Raja pertama yang memeluk agama Kristen, yang setelah dibaptis pada tahun 1726 bernama Yeremias Messakh. Pada tahun 1729 Raja FoE Mbura dibantu oleh orang Bugis-Makassar, membuat sebuah perahu yang digunakan untuk berlayar ke Batavia dengan misi untuk mempelajari agama Kristen dan Pendidikan.
Dalam perjalanan tersebut Raja FoE Mbura mengikut sertakan Raja dari Lelain, Ba’a, dan Lole, dan kembali ke Rote pada tahun 1732. Selain mendapatkan pencerahan tentang agama serta pengetahuan tentang pendidikan, hal lain yang diperoleh dari perjalanan tersebut ialah pengetahuan tentang teknik penyulingan tuak/ nira.
Jasa Raja FoE Mbura untuk pembangunan daerah Rote khususnya bidang agama dan pendidikan sangatlah berharga. Hal ini terbukti dengan pesatnya perkembangan pendidikan di Rote, dimana pada tahun 1754 di Rote telah terdapat enam sekolah dengan murid yang berjumlah 3.000 siswa, dimana para siswa juga diajarkan bahasa Melayu yang saat itu digunakan sebagai bahasa pengantar.