Mengerikan memang jika kepala orang-orang yang kita cintai jadi target perburuan oleh suku-suku menempati hutan pedalaman. Namun ini sungguh nyata. Bahkan kepala kita sendiripun sebagai target untuk dipersembahkan kepada dewa pujaan mereka.
Di Indonesia sendiri. Terdapat istilah Ngayau yang digunakan untuk merujuk kepada suatu tradisi memburu kepala manusia di kalangan kebanyakan masyarakat Dayak Sarawak, seperti Iban dan Kayan.
Dikutip dari sebuah buku berjudul Ngayau sebagai Sebuah Novel Berwarna Tempatan: Satu Kajian Sosiologi Sastera yang ditulis oleh Asmiaty Amat, mulanya Ngayau merujuk kepada amalan yang berkaitan dengan upacara perkawinan, keagamaan, dan nilai kewiraan. Amalan ini menjadi syarat bagi lelaki Iban sebagai bukti keberanian kepada keluarga calon mempelai istri.
Menurut Noria Tugang dalam bukunya berjudul Pua Identiti dan Budaya Masyarakat Iban (2014), tradisi Ngayauu dilakukan oleh orang Iban pada zaman silam semata-mata untuk tujuan mempertahankan kaumnya dari musuh. Tidak Sembarang musuh akan dibunuh, mereka hanya memilih musuh lelaki dewasa untuk dibunuh dan bawa balik ke rumah.
Rambut dari kepala yang didapat saat Ngayau akan menjadi hiasan pada perisai dan pedang. Sementara itu, kepala-kepala musuh akan dikeringkan dan digantung di rumah mereka. Di beberapa rumah hingga kini ada yang menyimpan tengkorak kepala musuh yang diturunkan sejak zaman nenek moyangnya.
Membawa balik kepala musuh semasa Ngayau ini dianggap sebagai suatu anugerah berharga. Selain itu, sebagai simbol kehormatan, keberanian, dan juga penolak bala. Setelah tradisi itu berlangsung, biasanya seorang lelaki akan disematkan gelar ‘Bujang Berani’ yang berarti raja berani atau pahlawan ulung.
Fenomena tradisi Ngayau juga dianggap sebagai satu peningkatan status sosial tertinggi pada masyarakat suku Dayak Iban. Dengan begitu, saat ritual adat Gawai atau perayaan lainnya, mereka berhak menerima penghormatan tertinggi.
Meski tradisi Ngayau telah dianggap identik dengan suku Dayak, tetapi tradisi ini sudah tidak dilakukan kembali. Dapat dikatakan bahwa kini tradisi Ngayau merupakan salah satu tradisi suku Dayak yang sudah punah. Diberhentikannya tradisi ini tercatat dalam kesepakatan bersama seluruh etnis Dayak Borneo Raya pada 22 Mei-24 Juli 1894.