3 Jenis Rumah Adat Tongkonan dan Penjelasannya

Dahulu, rumah adat suku Toraja dipakai sebagai pusat pemerintahan adat dan persatuan rumpun suku Toraja. Masyarakat Toraja juga membedakan tingkatan rumah Tongkonan berdasarkan fungsinya, antara lain Tongkonan Layuk dan Tongkonan Pekamberan.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Jenis Rumah Adat Tongkonan. Tongkonan, bagi suku Toraja, dianggap sebagai representasi mikrokosmos yang mengandung konsep filosofis yang mendalam. Salah satu keyakinan sentral masyarakat Toraja adalah hubungan antara Tongkonan dan arah mata angin. Tongkonan selalu menghadap ke Utara, yang dianggap sebagai arah suci dan tempat tinggal Puang Matua, sang pencipta alam semesta.

Pentingnya Tongkonan dalam kepercayaan Toraja juga tercermin dalam struktur bangunannya. Bagian atap Tongkonan memiliki lubang sebagai jalan masuk dan sebagai sarana berkat dari Puang Matua. Konstruksi bangunan ini mencerminkan filosofi yang menggambarkan tiga tingkatan dunia: dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah, sesuai dengan tiga bagian Tongkonan.

Bagian atap Tongkonan melambangkan dunia atas dan sering digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka yang berharga. Bagian tengah rumah Tongkonan adalah representasi dunia tengah, tempat aktivitas sehari-hari berlangsung.

- Advertisement -

Sementara bagian kolong atau ruang bawah Tongkonan mencerminkan dunia bawah dan digunakan sebagai kandang ternak. Konsep filosofis ini menjadi bagian penting dalam kehidupan dan budaya suku Toraja, mencerminkan hubungan mereka dengan alam dan spiritualitas.

Jenis Rumah Adat Tongkonan

Jenis Rumah Tongkonan
Rumah Tongkonan

Menurut buku “Tongkonan Mahakarya Arsitektur Tradisional Suku Toraja,” terdapat tiga jenis Tongkonan yang berbeda, masing-masing mencerminkan kedudukan penguasa dan jumlah ruangan.

Ketiga jenis Tongkonan tersebut adalah Tongkonan Layuk, Tongkonan Pekaindoran, dan Tongkonan Batu A’riri. Perbedaan di antara ketiga rumah ini terlihat pada desain tiang dan ornamen yang digunakan dalam arsitekturnya.

- Advertisement -

1. Tongkonan Layuk atau Pesio Aluk

Tongkonan Layuk merupakan pusat pemerintahan dan kekuasaan bagi suku Toraja dimasa lalu. Rumah ini difungsikan sebagai tempat penyusunan aturan-aturan sosial dan keagamaan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Toraja.

Tongkonan ini menjadi tempat pula jadi kediaman ketua adat atau kepala desa, yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan penting dalam suku. Setiap hari, Pesio Aluk digunakan untuk mengadakan musyawarah dan rapat penting pemuka adat, untuk menjaga tatanan sosial dan keagamaan.

Baca Juga :  Kampung Adat Takpala, Ikon Pariwisata Alor

Selain sebagai pusat pemerintahan, Tongkonan Layuk juga berfungsi sebagai tempat sementara untuk jenazah suku Toraja yang telah meninggal dunia sebagai bentuk penghormatan dan persiapan  sebelum upacara pemakaman dilangsungkan.

- Advertisement -

Tongkonan Layuk ditandai dengan banyak ornamen, termasuk dari kepala kerbau (kabongo) dan simbol kepala ayam (katik). Tiang pusat yang disebut “a’riri posi’” juga menjadi ciri khas dari Tongkonan Layuk, menunjukkan pentingnya bangunan ini dalam struktur sosial dan keagamaan suku Toraja.

2. Tongkonan Pekamberan atau Pekaindoran

Rumah adat ini juga dikenal dengan beberapa nama, seperti Tongkonan Keparengngesan, Kabarasan, dan Anak Patalo. Tongkonan Pekamberan memiliki fungsi yang serupa dengan Tongkonan Layuk, yaitu sebagai pusat penting dalam tata sosial dan keagamaan suku Toraja.

Namun, rumah ini digunakan oleh keluarga bangsawan dan yang memiliki status terhormat dalam masyarakat. Keluarga yang berada dalam kategori ini sering mengadakan acara adat dan rapat keluarga di Tongkonan tersebut.

Seperti Tongkonan Layuk, Tongkonan Pekamberan juga dapat digunakan untuk menempatkan jenazah anggota suku Toraja yang telah meninggal dunia. Dalam hal dekorasi, rumah ini memiliki pembatasan yang lebih ketat, hanya mengizinkan ornamen berupa kepala kerbau dan kepala ayam sebagai bagian dari hiasannya.

3. Tongkonan Batu A’riri

Tongkonan Batu A’riri digunakan sebagai tempat tinggal untuk dua golongan, yaitu golongan tomakaka (bangsawan) dan golongan kaunan (orang biasa) di masyarakat Toraja. Namun, terdapat perbedaan mencolok dalam  ukiran dan tempat upacara adat antara keduanya.

Tongkonan yang ditempati oleh golongan tomakaka diperbolehkan untuk dihiasi dengan ukiran, dan tingkat ukiran dapat bervariasi tergantung pada kemampuan ekonomi pemilik rumah. Sebaliknya, rumah yang ditempati oleh golongan kaunan dilarang memiliki ukiran dalam arsitekturnya.

Baca Juga :  Mantaa Duku’, Sistem Pembagian Daging Korban Upacara Rambu Solo

Perbedaan ini mencerminkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya dalam masyarakat Toraja, di mana rumah golongan tomakaka seringkali dihiasi dengan ukiran sebagai simbol status dan kemampuan finansial mereka. Sementara itu, rumah golongan kaunan mematuhi tradisi yang lebih sederhana.

Jenis Rumah adat Tongkonan Toraja berdasarkan bentuk Ruangan

Banua Duang Lanta

“Banua Duang Lanta’ merupakan sebuah rumah adat Tongkonan Toraja yang memiliki karakteristik unik dalam hal tata letak ketinggian. Berbeda dengan Dilalan Tedong, Banua Duang Lanta’ memiliki struktur di mana semakin kita bergerak ke bagian belakang, semakin tinggi ketinggian lantainya.

Rumah adat ini terdiri dari dua ruang utama, yaitu Sali dan Sumbung. Sumbung digunakan sebagai ruang istirahat, sementara Sali berfungsi sebagai dapur dan tempat penyimpanan jenazah jika ada anggota keluarga yang telah meninggal, namun belum atau akan diupacarakan.

Banua Talung Lanta’

Banua Talung Lanta’ adalah sebuah rumah adat Tongkonan Toraja yang menonjol berkat tiga tatanan ketinggian ruang yang unik. Ketiga tatanan ini diberi nama Sali, Paluang, dan Sumbung.

Pada posisi utara rumah, kita menemukan Paluang, yang berfungsi sebagai kamar tidur khusus untuk wanita yang belum menikah. Sementara itu, Sali berperan sebagai ruang tamu utama bagi keluarga dalam konteks Rumah Adat Tongkonan Toraja. Di sisi selatan rumah, Sumbung menduduki peran penting dalam tatanan ketinggian ruang Banua Talung Lanta’.

Banua Dilalan Tedong

Dilalan Tedong, yang terdiri dari tiga ruang utama, yaitu Sali, Palangka, dan Sumbung, memperlihatkan perbedaan signifikan dalam tinggi lantai antara ketiganya.

Bagian Utara ruangan dikenal sebagai Palangka, sementara ruang di tengah disebut Sali, yang memiliki lantai lebih rendah daripada Palangka. Di sebelah Selatan, ada Sumbung, yang memiliki ketinggian lantai yang sejajar dengan Palangka. Dengan demikian, dalam tata letak ini, Palangka di Utara memiliki lantai lebih tinggi, Sali di tengah memiliki lantai lebih rendah, dan Sumbung di Selatan memiliki ketinggian lantai yang setara dengan Palangka.

Baca Juga :  Ma'Nene, Tradisi Mayat Berjalan di Tana Toraja yang Kini Berusia Ratusan Tahun

Banua Patang Lanta’

Banua Patang Lanta’ menampilkan struktur yang terdiri dari empat ruang berbeda, dengan masing-masing memiliki peran dan karakteristik yang unik dalam konteks Rumah Adat Tongkonan Toraja.

Inan Kabusungan, yang terletak di bagian selatan rumah adat, berfungsi sebagai ruang utama untuk menyimpan peralatan adat dan pusaka yang memiliki nilai penting dalam budaya Toraja. Sumbung, di sisi lain, berperan sebagai ruang tidur.

Ruang Sali Tangnga memiliki dimensi yang lebih panjang dibandingkan dengan ruang lainnya, dan digunakan sebagai tempat berkumpul dan beraktivitas bagi anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari di Rumah Adat Tongkonan Toraja. Sali Iring, dengan posisinya yang paling rendah, biasanya digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu keluarga.

- Advertisement -