Baju Kurung Tanggung dinamai demikian karena ciri khasnya yang mencakup lengan yang lebih panjang daripada lengan baju biasa, tetapi tidak sampai mencapai pergelangan tangan.
Filosofi di balik penggunaan lengan seperti ini adalah untuk menggambarkan bahwa pria Melayu Jambi diharapkan menjadi sosok yang tangkas dan cekatan dalam melakukan pekerjaan mereka. Baju Kurung Tanggung ini dibuat dengan menggunakan teknik tenun dan bordir yang khas.
Para laki-laki Melayu Jambi yang mengenakan Baju Kurung Tanggung juga memakai lacak atau penutup kepala yang terbuat dari kain beludru merah. Bagian dalam lacak ini diberi penyangga berupa kertas karton. Penambahan kertas karton ini memiliki tujuan khusus, yakni untuk menjadikan kain beludru tersebut dapat berdiri dengan gagah dan menjulang tinggi ke atas.
Lacak seringkali diberi hiasan, termasuk tali runci di sisi kiri dan bungo runci di sisi kanan. Bungo runci bisa terbuat dari bunga asli atau bunga tiruan. Baju Kurung Tanggung yang dikenakan oleh perempuan merupakan pakaian adat yang umumnya dipakai saat pernikahan dan tidak mengindikasikan sistem kelas sosial yang terpisah di antara para pemakainya.
Sejarah Baju Kurung Tanggung
Dalam catatan sejarah Tiongkok abad ke-13, penduduk Jambi dulunya hanya mengenakan pakaian bawahan. Perubahan itu terjadi seiring dengan perkembangan perdagangan dan pengaruh budaya asing yang merambah Malaka. Di samping perdagangan komoditas, budaya berpakaian Melayu pun turut memengaruhi pola berpakaian setempat.
Faktor yang berperan penting dalam perubahan ini adalah masuknya Islam ke kalangan orang Melayu, yang mengharuskan menutup aurat. Pada abad ke-15, gambaran awal pakaian yang kini kita kenal sebagai “Baju Kurung Tanggung” mulai muncul di masyarakat Jambi. Bahkan, penguasa keenam Malaka mengeluarkan larangan agar perempuan tidak hanya mengenakan kemben dan sarung, melainkan juga menutup aurat dengan baik.
Pada awalnya, Baju Kurung Tanggung memiliki potongan kerah mirip tunik atau berkerah, dengan potongan yang cenderung ketat dan pendek. Namun, perubahan signifikan terjadi pada abad ke-15 ketika Tun Hassan Temenggong, pangeran Bendahara Seri Maharaja Tun Mutahir, memperpanjang dan melebarkan potongan pakaian tersebut.
Seiring berlalunya waktu, Baju Kurung Tanggung menjadi pilihan pakaian bagi penari istana di Palembang dan populer di Sumatra pada abad ke-20. Pakaian ini sering kali memiliki potongan hingga bawah lutut untuk perempuan, dengan leher yang sempit dan tanpa kantong. Sementara itu, pria memakai Baju Kurung dengan potongan yang mencapai bokong, leher yang lebih lebar, dan dilengkapi dengan dua saku di bajunya.
Keunikan Baju Kurung Tanggung
Pakaian adat Provinsi Jambi memiliki karakteristik khusus, sebagaimana dijelaskan dalam buku Pendidikan Budaya Sarolangun.
- Dominasi Warna Kuning Keemasan
Warna kuning keemasan menjadi elemen dominan dalam setiap pakaian tradisional Jambi, terutama pada pakaian wanita. Warna ini dipilih karena melambangkan kemegahan dan pencapaian besar dalam kehidupan, memberikan kesan mewah. - Aksesoris yang Menghiasi
Pakaian adat Jambi ditandai oleh kelimpahan aksesoris yang digunakan untuk mempercantik busana. Beberapa contoh aksesoris yang sering dipakai mencakup kalung, gelang, dan mahkota. - Keris sebagai Simbol Kebesaran
Keris, senjata tradisional Jambi, juga menjadi bagian penting dari pakaian adat. Kaum pria sering menyelipkan keris sebagai simbol kegagahan dan keberwawasan. - Elemen Penutup Dada yang Unik
Pakaian tradisional Jambi seringkali memiliki elemen penutup dada yang disebut “teratai dada.” Dinamakan demikian karena bentuknya menyerupai bunga teratai. Teratai dada umumnya dikenakan oleh wanita sebagai bagian dari set pakaian adat Jambi mereka.
Aksesoris Baju Kurung Tanggung
Seperti halnya pakaian adat di Indonesia secara umum, baju kurung tanggung juga diperkaya dengan berbagai aksesori yang memberikan sentuhan keindahan pada penampilan. Namun, terdapat perbedaan dalam aksesori yang digunakan oleh pria dan wanita dalam pakaian adat Jambi.
Aksesori pada baju kurung tanggung pria mencakup teratai dada, yaitu penutup dada, serta sarung songket yang diikatkan pada pinggul. Untuk melengkapi penampilan, pria memakai sabuk kuningan yang dipasang di sekitar pinggang sebagai tempat untuk meletakkan keris, senjata tradisional Jambi.
Selain itu, selempang merah keungu-unguan dari kain songket juga digunakan untuk menyilang badan dan berfungsi sebagai pasangan sarung. Motifnya umumnya berupa bunga yang beranting dan beraneka ragam. Di pinggang, pria memakai selendang tipis berwarna merah jambu yang dihiasi dengan umbai-umbai berwarna kuning. Terakhir, alas kaki berupa selop.
Sementara aksesori pada pakaian adat wanita hampir serupa dengan pria, namun terdapat perbedaan pada penutup kepala. Wanita memakai penutup kepala berduri pandan. Selain itu, ada beragam perhiasan tubuh, seperti:
- Antan kupu-kupu, anting berbentuk kupu-kupu yang dipasang di telinga.
- Kalung yang terdiri dari tiga jenis, yakni kalung tapak, kalung jayo atau kalung bertingkat, dan kalung rantai Sembilan, yang digunakan di sekitar leher.
- Gelang tambahan, termasuk gelang kano, gelang ceper, dan gelang buku beban, yang dikenakan di lengan.
- Cincin pacat kenyang dan cincin kijang atau capung yang dipasangkan pada jari-jari wanita.