Pada awal tahun 1613 sebuah armada kolonial Portugis dengan tujuan penjarahan dan kolonialisme tidak sengaja singgah di Solor. Apolonius Scotte yang memimpin armada itu menuntut agar orang Portugis (komunitas Kristen) yang sudah tinggal selama beberapa tahun di solor menyerahkan benteng Solor. Portugis di Larantuka.
Tuntutan ini ditolak oleh orang Portugis di Solor. Setelah melakukan tindakan penyerangan dengan menghabiskan banyak amunisinya, orang-orang Portugis di Solor menyerah kepada Scotte pada bulan April tahun 1613.
Setelah itu, orang Portugis di Solor berangkat ke Malaka dan beberapa pergi ke Larantuka yang pada waktu itu masih dikuasai oleh armada kolonial Portugis. Kolonialis Portugis ini praktis menguasai Pulau Solor hingga Pulau Adonara. Demikian berakhirlah perjalanan misi di Solor dan berpindah pusat misi ke Larantuka.
Misi Portugis di Larantuka
Setelah Solor jatuh, Portugis berusaha bertahan di Larantuka. Tetapi Kolonialis ternyata tidak lama di Solor. Pada tahun 1619 Pater Michael Rangel, OP, memperbaiki kembali benteng di Solor, sementara pada saat itu Larantuka telah berkembang menjadi pusat misi Katolik yang baru. Pada tanggal 13 Desember 1633, Pater Rangel menulis sebuah laporan ke Portugal yang antara lain menyatakan, “Masa gemilang agama Kristen sudah kembali lagi.”
Kurban misa, perarakan diselenggarakan lagi, stasi-stasi misi didirikan, pentaubatan orang-orang yang belum mengenal Allah dan penghiburan bagi kaum beriman kembali seperti dulu. Dengan demikian kekusaan Portugis di Larantuka semakin terdesak oleh para kolonialis, kecuali bagian timur pulau Timor. Pada bulan Desember 1851 Portugis dan Belanda mengadakan kontrak pembagian wilayah kekuasaan di Nusa Tenggara Timur.
Beberapa kali perjanjian ini mengalami perubahan dan penegasan sampai dengan dibuatnya satu persetujuan pada tanggal 20 April 1859. Waktu itu ditentukan lagi bahwa Flores lepas dari pengaruh Portugis dan masuk ke dalam lingkungan jajahan Belanda.
Misi Larantuka Oleh Ordo Yesuit dari Belanda
Para misonaris Belanda memulai babak baru sejarah misi Kristen di Larantuka dengan dua kesulitan utama, yaitu: