Pada awalnya, Pa’piong diolah dari daging babi—hewan yang banyak diternak masyarakat Toraja. Namun, seiring waktu dan keberagaman masyarakat, kini Pa’piong juga hadir dengan bahan dasar kerbau, ayam, bebek, hingga ikan, menjadikannya sajian yang inklusif bagi semua, termasuk umat Muslim. Namun, yang membuat makanan ini istimewa bukan sekadar variasi bahannya, melainkan cerita magis di balik penciptaannya.
Konon, pada suatu masa, seorang leluhur Toraja bernama Pong Gaunti Kembong sedang terbang tinggi di angkasa. Dari atas, pandangannya tertarik pada seorang wanita rupawan yang memancarkan aura misterius. Wanita itu berdiri di tengah hamparan batu karang, anggun seperti dewi. Pong Gaunti Kembong, yang terpesona, memutuskan untuk mendekat dan mengungkapkan niatnya.
Namun, wanita itu menghilang. Seperti kabut yang tertelan sinar mentari, ia masuk ke dalam sebuah batu besar, menyisakan gema tawanya di udara. “Aku akan menjadi pasanganmu,” katanya dari dalam batu, “Jika kau bisa memenuhi syaratku: Pa’piong Sanglampa—satu ruas bambu piong.”
Pong Gaunti Kembong, terdorong oleh cinta dan tekad, segera memenuhi permintaan itu. Ia memasak Pa’piong dengan penuh ketelatenan, mencampur rempah-rempah terbaik, dan mempersembahkannya di depan batu tempat wanita itu bersembunyi. Ketika aroma masakan itu memenuhi udara, batu itu terbuka. Sang wanita keluar, anggun dan bersinar, lalu hidup bersama Pong Gaunti Kembong.
Lihat postingan ini di Instagram
Dari persatuan mereka lahirlah Puang Mattua, leluhur yang dianggap suci oleh masyarakat Toraja. Hingga kini, Puang Mattua dipercayai bersemayam di sebelah utara Toraja, dan karena itu, rumah adat Tongkonan selalu menghadap ke arah utara, sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur mereka.
Pa’piong, lebih dari sekadar hidangan, adalah simbol cinta, dedikasi, dan hubungan spiritual yang melampaui generasi. Dalam setiap gigitan, kita tidak hanya mencicipi rasa yang kaya, tetapi juga menghormati warisan budaya yang telah bertahan selama ratusan tahun.
Rahasia Tabung Bambu
Di tengah kabut pagi yang menyelimuti dataran tinggi Tana Toraja, sebuah ritual kuno berlangsung, melibatkan elemen-elemen bumi yang sederhana namun penuh keajaiban. Tabung-tabung bambu besar, dengan diameter mencapai 12 cm, disusun rapi di dekat perapian.