Le Alle Bengko, Permainan Anak Madura yang Mengajarkan Arti Rumah dan Kebersamaan

Banyak permainan tradisional dari Madura, Jawa Timur yang dulunya dimainkan oleh anak-anak dalam mengisi waktu luang. Salah satu permainan tradisional yang bisa Kawan jumpai di daerah ini adalah le alle bengko.

Nagekeo yang Tak Banyak Orang Tahu, Temukan di Edisi Spesial Ini!

Temukan kekayaan budaya, adat istiadat, sejarah, wisata, dan kuliner khas Nagekeo melalui Majalah Digital Dimensi Indonesia. Dikemas secara menarik dengan pendekatan ilmiah yang ringan.
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia! Selengkapnya
X

Di sebuah sore yang lengang di Pulau Madura, suara tawa anak-anak pernah menjadi musik yang akrab di telinga warga kampung. Di antara hamparan pekarangan dan tiang-tiang bambu sederhana, sekelompok bocah berlarian, berpindah dari satu tiang ke tiang lain sambil berteriak, “Le alle bengko!” — yang dalam bahasa Madura berarti “pindah rumah”.

Kini, gema permainan itu perlahan menipis, tergantikan oleh layar gawai dan dunia digital yang tak mengenal tanah lapang. Namun, di beberapa desa, permainan le alle bengko masih hidup dalam kenangan dan tradisi, menjadi jejak budaya yang menyimpan filosofi dalam tentang kebersamaan dan strategi hidup.

Jejak dari Masa Lalu

Menurut catatan dalam buku Nilai Budaya dalam Permainan Rakyat Jawa Timur, le alle bengko sudah dimainkan turun-temurun oleh anak-anak Madura, terutama di daerah pedesaan. Nama permainan ini berasal dari dua kata: le alle, yang berarti berpindah-pindah, dan bengko, yang berarti rumah.

- Advertisement -

Meski terdengar sederhana, makna permainan ini jauh melampaui sekadar hiburan. “Rumah” dalam konteks le alle bengko bukanlah bangunan tempat berlindung, melainkan pos simbolik — sebuah ruang aman yang harus dijaga dan dipertahankan bersama.

Arena di Antara Tiang dan Tawa

Permainan ini tidak membutuhkan alat canggih, cukup empat tiang bambu atau kayu yang ditancapkan di tanah membentuk persegi panjang. Delapan anak terbagi dalam dua kelompok: penjaga rumah dan penyergap. Mereka bermain di halaman rumah, di teras yang bertiang, atau di lapangan kecil di depan surau.

Permainannya dimulai dengan undian sederhana. Setelah peran ditentukan, kelompok penjaga rumah akan menempati tiap tiang dan berpindah searah jarum jam. Tak ada yang boleh diam, tak ada rumah yang boleh kosong terlalu lama. Jika dua orang menempati satu rumah, mereka kalah. Tapi jika seluruh pemain berhasil menyelesaikan satu putaran tanpa gangguan, kemenangan berpihak kepada mereka.

- Advertisement -
Baca Juga :  Kaijo, Ritual Penjaga Keseimbangan Ekosistem Pertanian di Nagekeo

Di sisi lain, kelompok penyergap bersiap mencari celah — menunggu momen ketika satu rumah kosong agar bisa direbut. Di sinilah ketegangan kecil muncul: antara langkah cepat, tatapan waspada, dan tawa yang meledak ketika satu rumah berhasil direbut secara licik namun cerdas.

Filosofi di Balik Gerak dan Strategi

Bagi masyarakat Madura, permainan seperti le alle bengko bukan sekadar pengisi waktu. Ia adalah cerminan nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi: kerja sama, kewaspadaan, dan ketangkasan berpikir.

Berpindah-pindah rumah dalam permainan ini seolah menggambarkan perjalanan hidup manusia — yang harus pandai menjaga tempatnya, membaca situasi, dan berani melangkah tanpa kehilangan arah. “Rumah” menjadi metafora akan rasa aman, tempat kembali yang harus dijaga, tetapi juga bisa hilang bila lengah.

- Advertisement -

Menjaga Jejak Budaya yang Kian Pudar

Kini, di banyak desa Madura, le alle bengko semakin jarang terlihat. Anak-anak lebih memilih bermain mobile games di layar datar ketimbang berlari di tanah lapang. Namun beberapa komunitas budaya dan sekolah mulai menghidupkan kembali permainan ini dalam festival rakyat atau kegiatan muatan lokal.

Dalam setiap tiang bambu yang ditegakkan, tersimpan pesan sederhana dari masa lalu: bahwa kebersamaan dan strategi tak hanya bisa dipelajari dari buku atau layar, tapi dari tawa dan keringat yang lahir di tanah sendiri.

Di sanalah, di tengah pekarangan yang berdebu dan sinar matahari sore yang hangat, le alle bengko terus berbisik pelan — mengingatkan bahwa rumah, dalam arti yang sesungguhnya, selalu ada di tempat di mana kita bermain dan berbagi tawa.