Di sudut-sudut kampung yang kian sunyi, gema tawa anak-anak perlahan memudar, tergantikan oleh suara notifikasi gawai. Di halaman yang dulu ramai oleh lompatan tali dan putaran gasing, kini hanya tersisa jejak kaki yang nyaris hilang.
Namun di balik keheningan itu, masih tersimpan warisan budaya yang pernah menjadi denyut kehidupan masa kecil orang Indonesia — permainan tradisional yang mengajarkan arti kebersamaan, kecerdikan, dan kegembiraan sederhana.
Di masa ketika dunia maya mendominasi, permainan-permainan ini seolah menjadi jendela ke masa lalu — ke masa di mana tawa, tanah, dan persahabatan terasa nyata. Mari kita menelusuri kembali sepuluh permainan tradisional Indonesia yang tak sekadar hiburan, tapi juga cerminan jiwa bangsa.
1. Congklak: Irama Logika di Atas Kayu
Di atas papan berlubang berisi biji kerang, dua pemain duduk berhadapan. Jemari mereka bergerak cepat, biji-biji berpindah lubang mengikuti strategi yang telah terencana di kepala.
Itulah congklak — permainan sederhana yang mengajarkan logika, kesabaran, dan perhitungan matang. Lebih dari sekadar permainan, congklak adalah percakapan hening antara pikiran dan ketenangan, yang sejak dahulu mempererat hubungan antar generasi.
2. Egrang: Langkah Tinggi Menuju Keberanian
Dua batang bambu berdiri tegak, menjadi penopang mimpi kecil untuk melangkah lebih tinggi. Anak-anak menapaki pijakan di tengahnya, berusaha menjaga keseimbangan di atas tanah yang terasa semakin jauh.
Di balik tawa dan jatuh bangun, egrang menanamkan pelajaran penting: keberanian tumbuh dari ketidaksempurnaan. Bahwa keseimbangan bukanlah tentang tidak goyah, melainkan tentang keberanian untuk terus berdiri setelah jatuh.
3. Petak Umpet: Menyembunyikan Diri, Menemukan Persahabatan
Setiap “satu, dua, tiga, empat…” yang dihitung di balik dinding menjadi aba-aba dimulainya petualangan. Anak-anak berlarian, mencari tempat persembunyian terbaik.
Dalam permainan petak umpet, ada strategi, ada kecepatan berpikir, tapi yang paling penting: ada rasa saling percaya. Karena setiap pertemuan setelah sembunyi selalu diakhiri dengan tawa lega, bukan kemenangan.
4. Bentengan: Ketika Strategi dan Keberanian Menyatu
Di halaman sekolah atau tanah lapang, dua kelompok berhadapan. Tiang atau pohon menjadi benteng yang harus dijaga — dan direbut.
Permainan bentengan adalah miniatur peperangan tanpa permusuhan. Di dalamnya ada taktik, komunikasi, dan kerja sama. Setiap teriakan “benteng!” bukan sekadar tanda kemenangan, tetapi simbol kegigihan dan kebersamaan.
5. Gasing: Simfoni Putaran di Ujung Tali
Satu tarikan kuat, dan gasing pun berputar di atas tanah, berdesing dalam irama yang nyaris magis.
Dari bentuknya yang sederhana, gasing menyimpan pelajaran tentang keseimbangan dan ketelitian. Anak-anak belajar bagaimana gaya, gravitasi, dan ritme saling berpadu — sebuah pelajaran fisika yang hidup di tengah permainan rakyat.
6. Lompat Tali: Ritme Tubuh dan Tawa
Dua orang memutar tali panjang dari karet gelang yang disambung, sementara pemain lain melompat mengikuti irama lagu anak-anak.
Permainan ini bukan hanya tentang siapa yang paling lincah, tapi tentang bagaimana tubuh, musik, dan tawa bisa berpadu menjadi satu harmoni. Lompat tali adalah tarian kebersamaan — spontan, ceria, dan penuh kehidupan.
7. Kelereng: Dunia Mini di Ujung Jari
Bola-bola kaca kecil berkilau di bawah sinar matahari. Satu tembakan tepat sasaran bisa mengubah permainan.
Main kelereng melatih ketepatan, strategi, dan sportivitas. Tapi di balik itu, permainan ini adalah bentuk persahabatan yang tulus — sebuah kompetisi yang berakhir dengan tawa, bukan perpecahan.
8. Bola Bekel: Koordinasi dan Ketangkasan di Balik Gerakan Sederhana
Dengan bola kecil dan biji logam, anak-anak memainkan bola bekel di teras rumah. Gerakannya cepat, ritmis, dan menuntut ketepatan.
Permainan ini, yang konon sudah dikenal sejak masa kolonial, adalah latihan motorik halus yang menyenangkan. Tapi yang paling indah darinya adalah suara bola yang memantul — seolah menjadi musik masa kecil yang tak lekang oleh waktu.
9. Engklek: Meniti Garis Antara Keseimbangan dan Konsentrasi
Dengan kapur atau batu, kotak-kotak digambar di tanah. Pemain melompat dengan satu kaki, menjaga keseimbangan sambil menjaga agar tidak menyentuh garis.
Engklek adalah bentuk meditasi anak-anak masa lalu — permainan yang mengajarkan fokus, ketelitian, dan kesabaran. Setiap lompatan adalah tarian kecil di atas tanah kampung yang menjadi saksi masa kanak-kanak.
10. Balap Karung: Tawa yang Melompati Batas
Ketika bulan Agustus tiba, tanah lapang berubah menjadi arena perlombaan. Anak-anak masuk ke dalam karung dan mulai melompat menuju garis finis, diiringi sorak tawa warga.
Balap karung adalah perayaan sederhana yang melampaui kompetisi — ia adalah pesta rakyat, lambang semangat juang, dan simbol kebersamaan yang tak lekang oleh zaman.
Warisan yang Perlu Dihidupkan Kembali
Permainan-permainan tradisional ini adalah bagian dari DNA budaya Indonesia. Di dalamnya tersimpan nilai gotong royong, sportivitas, dan penghargaan terhadap proses.
Kini, di tengah dunia yang serba cepat dan individualistis, permainan itu mengingatkan kita pada sesuatu yang mendasar: bahwa kebahagiaan sejati tak selalu lahir dari layar, tapi dari perjumpaan — antara manusia, tawa, dan tanah tempat kita berpijak.
Mengenalkan kembali permainan tradisional bukan berarti menolak teknologi, melainkan menyeimbangkannya. Agar generasi muda tumbuh bukan hanya cerdas secara digital, tapi juga hangat secara sosial, kuat dalam semangat, dan kaya dalam rasa kemanusiaan.


