Kampung Adat Rendu Nunungongo yang terletak di Pulau Flores, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, bukan hanya sekadar sebuah tempat, tetapi sebuah warisan budaya yang kaya akan tradisi dan ritual. Salah satu ritual yang paling mencolok dan sakral di kampung ini adalah “tradisi Kolo Ke” atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Saling Maki”.
Makna dan Makna Filosofis Kolo Ke
Ritual Kolo Ke bukan hanya sekadar kegiatan saling memaki, tetapi merupakan bentuk komunikasi budaya yang mengandung makna mendalam. Kegiatan ini dilakukan sekali setahun dan dihadiri oleh semua kaum pria di kampung.
Dalam konteks ini, saling maki memiliki tujuan untuk meluapkan emosi, membangun semangat, dan menciptakan ikatan sosial antara masyarakat. Setiap ejekan dan makian yang dilontarkan mengandung nilai-nilai yang diperoleh dari kearifan lokal, serta mencerminkan karakter dan kepribadian masing-masing individu.
Masyarakat percaya bahwa dengan berpartisipasi dalam ritual ini, mereka tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga memperkuat hubungan antar sesama, serta memperkuat identitas budaya mereka sebagai wujud penghormatan terhadap leluhur dan nilai-nilai yang ditinggalkan.
Pelaksanaan Ritual di Dhozo Momo
Ketua Suku bertanggung jawab untuk menghimpun semua anggota masyarakat, khususnya kaum pria, menuju lokasi ritual yang dikenal sebagai “Dhozo Momo”. Di sinilah segala sesuatu dimulai, dengan semangat penuh dan riuh rendah suara ejekan yang menggema di udara.
Menariknya, anak-anak juga turut ambil bagian dalam ritual ini, saling memaki meskipun masih belia. Hal ini menunjukkan bahwa proses sosialisasinya sudah dimulai sejak dini dan menekankan pentingnya pengenalan budaya kepada generasi muda.
Ritual ini juga mempertemukan dua kelompok, yaitu Kampung Nunungongo dan Kampung Boamara. Kedua kampung tersebut berinteraksi dengan bahasa dan budaya yang serupa, sehingga memudahkan komunikasi dan pemahaman di antara mereka. Setelah fase saling maki, kedua kelompok ini akan melanjutkan acara dengan tinju adat yang dikenal sebagai “Etu”.
Tinju Adat: Etu dan Simbol Syukur
Etu adalah sebuah simbol rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh serta kesiapan memasuki musim tanam berikutnya. Pada tahun-tahun sebelumnya, tinju adat ini diadakan secara rutin dan dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan dan leluhur.
Dalam pandangan masyarakat, darah yang tumpah saat bertinju memiliki makna simbolis; diyakini bisa menyuburkan tanah dan meningkatkan hasil panen di kemudian hari.
Melalui ritual Etu, masyarakat tidak hanya merayakan hasil pertanian, tetapi juga memperkaya jalinan sosial dan spiritual di antara mereka. Ini adalah momen di mana semua orang berkumpul, berbagi cerita, dan merasakan kebersamaan yang erat.
Kehadiran para penonton dan peserta memberikan warna tersendiri dalam suasana perayaan, menjadikan ritual ini semakin bermakna.
Tradisi Kolo Ke: Memperkuat Tali Persaudaraan
Walaupun ritual ini dikenal sebagai “Saling Maki”, penting untuk ditekankan bahwa tidak ada rasa sakit hati atau dendam yang terlibat. Semua tindakan dalam konteks ini dianggap sebagai bentuk ekspresi budaya yang dijunjung tinggi.
Ritual Kolo Ke menjadi ruang bagi masyarakat untuk melupakan kepenatan sehari-hari, menciptakan kenangan indah, dan merangkul rasa persaudaraan.
Lebih dari sekadar tradisi, Kolo Ke adalah pengingat akan pentingnya menjaga hubungan baik antar sesama dan memperkuat solidaritas dalam komunitas. Dalam setiap ejekan yang dilontarkan, terdapat rasa hormat dan keakraban yang terjalin di antara peserta.
Inilah yang membuat Kolo Ke menjadi lebih dari sekadar ritual tahunan—ia adalah ungkapan cinta dan komitmen masyarakat terhadap budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Kolo Ke di Kampung Adat Rendu Nunungongo adalah sebuah tradisi yang hidup dan berdenyut, menggambarkan bagaimana budaya dapat menjadi jembatan bagi hubungan antarmanusia.
Ritual ini bukan hanya tentang saling memaki, tetapi lebih pada upaya menjaga kesinambungan budaya, memperkuat ikatan sosial, dan merayakan keberadaan masyarakat dalam keragaman. Dengan memahami dan menghargai ritual seperti Kolo Ke, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya Indonesia yang begitu beragam dan unik.