Kerajaan Sakra, Sejarah dan Keruntuhan

Perang Sakra terjadi antara tahun 1824-1828 M dan menghancurkan Sakra. Setelah kekalahan mereka, pihak Sakra menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Karangasem.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Meskipun Dewa Mas Panji Komala memiliki karisma yang kuat, berwibawa, dan berani, kekurangannya adalah kurangnya pengalaman dan strategi perang yang matang. Keputusan-keputusannya tidak selalu tepat, terutama dalam pengelolaan wilayah yang telah mereka bebaskan.

Selain itu, ketika gagal menyerang Kopang, pasukan Sakra pulang ke desa tanpa melakukan konsolidasi atau gerakan lanjutan. Mereka puas dengan apa yang telah mereka capai, sementara Karangasem terus mempersiapkan serangan balik yang lebih kuat.

Di sisi lain, para pemimpin Sakra berpikir bahwa mereka sudah cukup kuat dan tidak perlu melakukan serangan lebih lanjut. Mereka sibuk dengan pesta dan minum-minum. Gangguan-gangguan yang datang dari Karangasem dianggap sebagai strategi untuk membuat mereka sibuk, sementara Karangasem sendiri bersiap untuk menyerang kembali.

- Advertisement -

Meskipun serangan besar dari Karangasem selalu dapat dipatahkan, mereka tidak menyadari bahwa Karangasem sebenarnya sedang mempersiapkan pasukan yang lebih terlatih dan menggunakan taktik yang lebih jitu.

Keruntuhan Kerajaan Sakra

Karangasem menyadari bahwa meskipun Sakra awalnya hanya merupakan wilayah kecil di bawah kekuasaannya, namun memiliki ketangguhan yang lebih baik daripada Pejanggik. Sakra solid dalam strukturnya, merupakan sebuah pedaleman tunggal yang tidak memiliki wilayah bawahan lain di bawahnya, sehingga wilayahnya sangat utuh.

Oleh karena itu, Karangasem mempersiapkan diri dengan baik. Mereka membeli berbagai peralatan senjata seperti bedil dan kapal dari Singapura, serta mendatangkan pasukan dari Karangasem dan Kelungkung.

- Advertisement -

Karangasem membutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk mempersiapkan serangan terhadap Sakra, sambil melakukan serangan-serangan kecil ke wilayah Sakra. Serangan balik dilakukan oleh Raja Muda Mataram, A.A. Gde Karangasem.

Mereka menyerang desa-desa Sakra satu per satu dengan senjata bedil, memaksa penduduknya menjadi tameng bagi mereka. Mereka tidak langsung menyerang pertahanan utama Sakra, melainkan mengelilinginya dengan strategi Sapit Urang untuk mengepungnya. Setelah merebut beberapa wilayah, pasukan Karangasem mulai menyerang wilayah utama Sakra.

Baca Juga :  Tradisi Unik Kawin Lari Suku Sasak

Pasukan dari Kelungkung, setelah merebut beberapa wilayah, berkemah di sebelah barat kali Palung yang dalam. Di sebelah timur, di bukit Selong, berkemah para prajurit dari Pagutan dan Pagesangan. Kemudian pasukan utama menduduki bukit-bukit di sebelah utara untuk melancarkan serangan malam dengan menggelar pesta dan penari Joget.

- Advertisement -

A.A. Gde Karangasem menerapkan strategi Gelar Perang Garuda Ngelayang. Para prajurit Sasak, yang terdiri dari tameng hidup bagi prajurit Bali, diberi tugas untuk membuat gangguan dengan serangan harian.

Pengepungan yang berlangsung berbulan-bulan tanpa serangan besar-besaran membuat prajurit Sakra menjadi frustrasi. Mereka tidak mengerti strategi perang yang kompleks yang digunakan Bali, sementara bantuan yang diharapkan dari Goa dan Sumbawa tidak kunjung datang karena kurangnya koordinasi.

Akhirnya, prajurit Sakra terpaksa keluar dan melawan prajurit Sasak yang dipergunakan sebagai tameng hidup oleh prajurit Bali. Pada pertempuran itu, banyak prajurit Sakra yang gugur, termasuk para pemimpinnya.

Akhirnya, pasukan Bali berhasil memasuki Sakra dan meratakan purinya. Hampir semua bangsawan Sakra tewas, kecuali para kanak-kanak yang sebelumnya telah diungsikan. Pe’ Siraga tewas, sementara Raden Bini Ringgit meminta ampun kepada suaminya sebelum puputan sabil. Dia kemudian ditangkap dan ditahan di Taman Kelepug, didampingi oleh anak tirinya.

Perang Sakra terjadi antara tahun 1824-1828 M dan menghancurkan Sakra. Setelah kekalahan mereka, pihak Sakra menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Karangasem.

- Advertisement -