Musibah demi musibah yang menimpa warga membuat aturan itu dibatalkan. Kepala adat lalu membuat rumah kecil yang berada di luar batas kampung. Rumah kecil itu jadi tempat anak muda berkegiatan.
Menjaga Tradisi
Moses Du’a kini telah rentah dimakan usai. Kesehariannya diisi dengan berkebun dan mengatur kegiatan adat. Jalannya lambat dan mulai membungkuk, ia sangat suka mengunyah sirih pinang. Terlihat dari mulutnya yang memerah dan benda itu selalu ia bawah kemana-mana.
Dari mulutnya, cerita masa lalu kampung adat Wajomara dikisahkan. Saya sangat beruntung bisa bertemu. Sesekali ia mengerutkan dahi, senyum lalu mulai bercerita lagi. Dikampung sederhana itu, saya tenggelam dalam pesona lambatnya aliran waktu. Alam membuat ritme hidup melambat.
Ratusan tahun! Adat istiadat seolah tak tersentuh pengaruh luar. Aturan yang dibuat leluhur terus dipertahankan. Salah satunya ritual pendewasaan. Bagi masyarakat adat, pendewasaan jadi salah satu syarat untuk menikah.
Yang unik, laki-laki yang melaksanakan ritual ini akan diasingkan ke dalam hutan dan tinggal di pondok-pondok selama beberapa hari. Mereka akan bertahan hidup seorang diri dengan memakan apapun yang mereka temui. Kedewasaan diujuin dengan kemampuan bertahan seorang. “Makanan yang mereka temukan apapun itu dapat mereka ambil. orang tidak akan marah,” Moses Du’a menjelaskan.
Ritual pendewasaan bersifat wajib bagi adat. Ketika orang tua tak melaksanakannya, anak-anaknya pun tidak boleh melakukannya. Para petinggi adat akan datang menuntut siapa saja yang tidak melaksanakannya. Mereka yang tak melakasanaknya tak boleh memimpin hingga terlibat pada kegiatan adat.
Lalu ada kegiatan berburu tahunan. dari beberapa kampung adat yang DImensi Indoesia kunjung, kegiatan ini jadi salah satu yang masuk dalam kalender adat yang punya makna menjaga keseimbangan.
Dalam kepercayaan, Ritual-ritual adat wajib dilaksanakan. mereka meyakini, kegiatan apapun yang berhubungan dengan adat akan berdampak pada kehidupan keseharian.
Selain menghilangan hukuman’dari leluruh, tidak melaksanakannya dapat membawa petaka pada pribadi masing-masing, orang-orang yang tinggal di rumah adat. sakit hingga mati. Hingga tidak dianugarahi keturunan.
“Kami mewarisï budaya nenek moyang. kami percaya, apapun yang kami lakukan yang berhubungan dengan adat akan berdampak pada kehidupan. Hampir-hampir semua,” kata Moses Du’a.
Mereka memilih hidup dengan budaya, hidup dengan tradisi, kebiasaan yang dibuat dengan. hari-hari disini dibuat sesuai tradisi disini. Agama dan budaya dijalankan seimbang. Seiring sejalan. “Kita punya keyakinan kuat antara budaya dan agama.”
Dari kampung ada Wajomara, Dimensi Indonesia melihat kepatuhan masyarakat pada leluhur dan konsistensi menjaga tradisi. Kampung Adat Wajomara mengajakan kita menjalin hari-hari sesuai tradisi, agama dan budaya dengan keyakinan.
Seekor anjing sedang tidur nyenyak tepat disampingku. “Muslim kah?” kata Kristina Talu yang kubalas dengan anggukan lalu membangunkan anjingnya untuk pergi. Pandanganku tak perna lepas dari sosok wanita tua yang duduk dipojok rumah sambil menyiri. Sesekali ia tersenyum dengan mulut merah. Inikah zaman dulu yang masih tersisah diabat ke 21?!