Sejarah Kerajaan Adonara, Penguasa Pulau Adonara

Bekas kerajaan Adonara yang berdiri sekitar 1600 ini berada di pesisir utara desa Sagu. Masih tersisa susunan batu-batu ceper setinggi satu meter. Susunan bebatuan yang difungsikan sebagai pagar ini mengelilingi areal seluas satu hektar.

Mau nulis? Lihat caranya yuk!
Bagikan keindahan Indonesia yang ada disekitarmu di Dimensi Indonesia!

Dari sini sebagian dari mereka menetap di pesisir atau lebih dekat dengan laut yang dikenal dengan istilah ata watan dan yang tetap dipedalamanan disebut Ata Kiwang (bukan Islam dan katolik).

Perkembangan pelayaran semakin ramai, membuat manusia Ata Watan sering berhubungan dengan pendatang dari sina Jawa, Ternate Tidore dan Sulawesi. Karena cara hidup yang berbeda membuat Ata Watan pindah lagi ke pedalaman, kelompok ini akhirnya menyebar membentuk Lewo Tanah Boleng, Lamawolo, Lamahelang, Lewo Keleng, dan yang masih di puncak Ile Boleng turun dan menetap di Haru Bala, Nobo, dan agak kevutara menetap di Lama Bajung.

Manusia Ata Watan yang bisa berbaur dengan pendatang akhirnya pindah ke Boleng yang dianggap tempat yang cukup strategis untuk berlabuh perahu, juga berlindung. Penyebaran anak pinak Ado Pehang tidak sedikitpun mencerai pisahkan tali persaudaraan mereka hingga kini, karena setiap pesta budaya adat mereka selalu bersatu hingga kini.

- Advertisement -

Semakin ramainya hubungan dengan dunia luar terutama dari Ternate, Tidore dari timur serta sina Jawa dan Sulawesi dari barat dan utara membuat mereka mulai mengenal cara memimpin dan membentuk raja-raja kecil. Misalnya ada yang menjadi Raja Lama Hala, Raja Lama Kera, dan raja Terong (kerabat) sedangkan Raja Menaga, Lohayong merupakan turunan dari Pati Golo.

Sementara Turunan Ado Pati yang ada di Lamanele (Lamanele, Nobo dan Boleng (tetap dianggap Ata Kiwang) karena masih tetap berhungan erat dengan orang pedalaman tetap hidup damai dalam kesatuan adat dan budaya tradisional (perubahan dari adat budaya primitif) tetap menjadi ata kebelan dan tidak menjadi wilayah kekuasaan Raja Lamahala, Lamakera, Witihama dan raja-raja lainnya.

Baca Juga :  Sejarah Kerajaan Muna di Sulawesi Tenggara

Manusia Lamanela atau yang disebut manusia Ile Ae (depan gunung) tetap dianggap ata kebelan oleh raja-raja sekitarnya, baik raja-raja yang dikenal dengan sebutan Solor Watan Lema, maupun Raja Witi Hama, Adonara dan Sagu.

- Advertisement -

Kebesaran Ata Kebelan Lama Nele disebut Ata Kiwang termasuk Boleng bisa dibuktikan dengan perasasti sejarah hingga saat ini, seperti:

  1. Mendamaikan/menghentikan perang antara Raja Lama Hala dan Raja Lama Kera. Peperangan ini tidak bisa didamaikan oleh raja raja dari turunan anak pinak Pati Golo, karena mereka merasa yang berperang adalah Ata Kebelan dan mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Kebelan Lamanele. Bukti sejarah hingga kini bisa disaksikan dengan dua buah benteng dari batu yang berdiri kokoh mengelilingi desa boleng yang dibangun oleh raja lamakera dan yang mengelilingi desa Lamanele Reren (sekarang Nobo) yang dibangun oleh Raja Lamahala.
  2. Bukti prasasti lainnya adalah benda berbentuk naga yang terbuat dari emas tanah serta benda-benda kuno lainnya yang masih tersimpan rapi di rumah adat Lamanele Reren (Nobo) merupakan hadiah dari para pendatang buat pembesar Lamanele walaupun bukan raja.
  3. Atas persetujuan sesepuh adat Lamanele Reren dan Lamanele Blolon, sesepuh Boleng bisa menghentikan perang antara Paji dan Demong, sehingga terciptalah nama Adonara oleh anak pinak Pati Golo, bahwa pulau yang ada di depan Larantuka adalah milik Ado yang merupakan saudara dari Pati Golo. Ado adalah Ado Pehang sementara Nara adalah saudara.
  4. Kehebatan manusia Lamanele tidak hanya di Adonara, tetapi sampai ke Lembata dan mampu meredam terjadinya peperangan di Lembata, sebagai hadianya, tanah di pesisir Wai Jarang hingga Wai Baja diserahkan kepada orang-orang Lamanela Ata Kiwan maupun Ata Watan. Kepemilikan tanah di Wai Jaran, Wewan Belan, Kwaka, Wai Baja di kabupaten Lembata hingga kini menjadi milik anak pinak Ado Pehang yaitu (orang Boleng di Wai Jarang, Wewan Belan, Wai Baja) sementara orang Lamanele Reren (Nobo) menguasai tanah di Kwaka.
    Baca Juga :  Sejarah Masjid Kuno Bayan Beleq, Masjid Pertama di Pulau Lombok
    - Advertisement -