Masjid ini tak hanya tempat ibadah, tapi juga pusat kegiatan sosial dan pendidikan. Di dalamnya terdapat perpustakaan Islam, poliklinik, madrasah, koperasi, fasilitas olahraga, hingga lift untuk difabel dan lansia. Kapasitasnya pun luar biasa: lebih dari 200.000 jemaah. Salah satu daya tariknya adalah beduk raksasa—yang dinobatkan sebagai terbesar di Indonesia.
Untuk pengunjung non-Muslim, akses ke lantai pertama atau ruang utama (mihrab dan mimbar) dibatasi, kecuali untuk tamu negara. Namun, balkon lantai dua tetap terbuka bagi semua, memungkinkan siapa pun mengagumi interior masjid bernama “merdeka” dalam bahasa Arab ini.
Gereja Katedral: Keagungan Iman dalam Arsitektur Neogotik
Bersisian dengan Istiqlal, berdiri Gereja Katedral Jakarta. Gereja ini memiliki nama resmi Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga, dan merupakan salah satu gereja Katolik tertua di ibu kota. Namun, bangunan yang terlihat sekarang bukanlah gereja pertama. Gereja awal hanyalah sebuah rumah bambu kecil yang diresmikan pada 1810.
Gereja saat ini adalah buah rancangan Pastor Antonius Dijkmans. Proyek ini kemudian dilanjutkan oleh arsitek Cuypers-Hulswit dan diresmikan pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ.
Saat memasuki bangunan dari pintu utama, pengunjung akan disambut patung Bunda Maria dengan tulisan Latin Beatam Me Dicent Omnes Generationes (“Segala keturunan akan menyebut aku berbahagia”). Menariknya, patung ini mengenakan baju bermotif batik dengan lambang Garuda dan kerudung merah putih—simbol bahwa Maria adalah ibu bagi semua anak bangsa.
Katedral dibangun dengan gaya arsitektur Neogotik khas Eropa. Jendela-jendela tinggi berisi lukisan Jalan Salib Yesus Kristus, karya seniman grafis Amsterdam, Theo Molkenboer. Di sisi kanan dan kiri gereja terdapat bilik-bilik pengakuan dosa, sementara altar utama—hadiah dari Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies—masih digunakan hingga kini.
Struktur bangunan gereja berbentuk salib dengan panjang 35 meter dan lebar 17 meter. Menara-menara menjulang tinggi: Menara Benteng Daud, Menara Gading, dan Menara Angelus Dei. Ada pula tiga lonceng, namun hanya satu yang berbunyi rutin tiga kali sehari, menandai waktu ibadah umat Katolik.
Di balik fungsi utamanya sebagai tempat ibadah, Katedral Jakarta juga menjadi destinasi wisata sejarah dan budaya. Museum Katedral yang berada di dalam kompleks ini menyimpan artefak-artefak bersejarah. Museum dibuka setiap hari kecuali Jumat dan gratis bagi siapa pun yang ingin menyusuri jejak masa lalu—cukup dengan mengisi buku tamu.
Simbol Toleransi: Dua Iman, Satu Pesan Kebangsaan
Pemilihan lokasi dua rumah ibadah besar ini bukan kebetulan. Presiden Soekarno bersikeras agar masjid negara dibangun dekat dengan simbol-simbol kebangsaan, termasuk Istana Negara—dan berdampingan dengan Gereja Katedral.
Meskipun sempat berbeda pandangan dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta yang mengusulkan agar masjid dibangun di lingkungan mayoritas Muslim, Soekarno tetap teguh.
Lihat postingan ini di Instagram
Bagi Soekarno, membangun Istiqlal berseberangan dengan Katedral adalah pesan kuat: bahwa Indonesia berdiri di atas semangat persatuan dan toleransi. Sebuah perwujudan nilai Pancasila yang hidup dan nyata.