Pusaka pertama berbentuk payung yang bernama Payung Tunggul Wulung. Pusaka kedua bernama Tombak Tunggul Nogo, sedangkan pusaka yang ketiga berupa sabuk bernama Sabuk Cinde Puspito. Ternyata ketiga pusaka tersebut adalah milik ayah Raden Batoro Katong, yaitu Prabu Brawijaya V yang saat itu diserang oleh Raja Girindawardana.
Kemudian Raja Brawijaya mengungsi ke Wengker bersama Joyodrono dan Joyodipo Serta meninggalkan ketiga pusakanya ditempat itu agar nanti di kemudian hari akan diambil oleh keturunannya. Kedua makhluk tersebut mendapat amanat untuk menjaganya.
Raden Batoro Katong semakin yakin untuk membangun wengker setelah mendapatkan pusaka warisan orang tuanya. Pembangunan Wengker mulai berkembang dengan baik. Hutan sudah berhasil dibuka. Banyak rumah telah didirikan sehingga banyak pendatang yang ikut bergabung di dalamnya.
Akhirnya terbentuklah kadipaten baru. Setelah istana kadipaten berdiri Raden Batara Katong memboyong istrinya Niken Gandini ke dalam kadipaten. Sedangkan saudara Niken Gandini yang lain yaitu Suryodoko menggantikan ayahnya memimpin Suru Kubeng dan dikenal dengan nama Surohandoko.
Selanjutnya Suryolono atau dikenal Suromenggolo yang juga anak dari Ki Ageng Kutu tetap ditempatnya yakni di dusun Ngampel. Sebuah kadipaten baru tentunya butuh punggawa untuk mempertahankan daerahnya dari ancaman luar.
Oleh karena itu Batara Katong mengumpulkan mantan murid Ki Ageng Kutu yaitu para Warok untuk menjadi manggala negeri. Namun sayangnya kadipaten baru itu belum mempunyai nama.
Untuk memberi nama kota tersebut Raden Batara Katong mengadakan musyawarah bersama Kyai Mirah, Seloaji dan Joyodipo. Akhirnya disepakati sebuah nama baru untuk kota tersebut yaitu Pramono Rogo. Pramono berarti daya kekuatan, rahasia hidup, serta Rogo berarti badan atau jasmani. Nama Pramono Rogo ini lama kelamaan berubah menjadi Ponorogo. Itulah sejarah Asal Usul Kota Ponorogo.