Sanggara balanda, kue khas Bugis yang terbuat dari pisang yang dipadukan dengan gula dan kacang, telah menjadi bagian penting dari budaya kuliner masyarakat Bugis-Makassar sejak abad ke-18.
Nama “sanggara balanda” diambil karena proses pembuatannya yang melalui beberapa tahapan, termasuk proses penggorengan dan penambahan bahan-bahan lain seperti kacang dan gula.
Proses pembuatan sanggara balanda yang melibatkan tahapan-tahapan khusus ini memberikan rasa gurih dan renyah pada kue tersebut. Pisang yang digoreng terlebih dahulu, kemudian dibelah dan diisi dengan campuran kacang dan gula, sebelum akhirnya digoreng kembali dan dicampur dengan telur, menciptakan tekstur dan cita rasa yang khas.
Selain sebagai makanan lezat untuk dinikmati bersama keluarga, sanggara balanda juga memiliki nilai filosofis yang dalam. Penyembunyian bahan-bahan di dalam pisang, seperti kacang dan gula, mencerminkan konsep bahwa hal-hal baik sering kali tersembunyi di balik penampilan luar yang sederhana.
Hal ini mencerminkan nilai-nilai positif dalam budaya Bugis-Makassar, di mana kebaikan dan keindahan sering kali ditemukan di dalam kesederhanaan dan kesederhanaan.
Seiring dengan perkembangan zaman, sanggara balanda juga mengalami variasi dalam bahan tambahan yang digunakan, seperti fla atau air gula, yang menambahkan dimensi rasa yang lebih kaya dan manis.
Namun, di balik variasi tersebut, filosofi dasar sanggara balanda sebagai simbol dari kebaikan yang tersembunyi tetap terjaga, mencerminkan kedalaman budaya dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bugis-Makassar.